REPUBLIKA.CO.ID, SAN SALVADOR -- Presiden El Salvador Nayib Bukele memproklamirkan dirinya sebagai diktator di negara Amerika Tengah. Pernyataan bersifat gurauan ini dilontarkan akibat munculnya kekhawatiran tentang meningkatnya konsentrasi kekuasaannya.
Pria berusia 40 tahun mengubah profil Twitter-nya menjadi "Diktator El Salvador" pada Ahad (19/9) malam. Pernyataan ini dinilai sebagai upaya untuk mengejek para kritikus yang menuduhnya memiliki kecenderungan otokratis.
Direktur kelompok hak asasi manusia Amnesty International dan kritikus Bukele, Erika Guevara-Rosas, mengatakan penggunaan bahasa mengejek menunjukkan penghinaan presiden terhadap mereka yang mempertanyakan atau mengkritiknya secara konstruktif. Dia mendesak untuk membangun jembatan daripada menuai kontroversi di Twitter.
Pemerintahan Bukele mendapat kecaman dari Amerika Serikat bulan ini. Hakim Mahkamah Agung Salvador yang baru-baru ini ditunjuk oleh partai Bukele memutuskan bahwa presiden dapat mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua berturut-turut. Menurut Washington tindakan tersebut tidak konstitusional.
Tahun lalu, Bukele yang memiliki hampir 3 juta pengikut di Twitter, menyebabkan kehebohan dengan mengirimkan pasukan ke Majelis Nasional. Tindakan ini untuk membantu mendorong undang-undang hukum dan ketertiban di negara miskin berpenduduk sekitar 6,5 juta orang itu.