REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Hampir 25 persen keluarga Israel dengan anak-anak mengalami kerawanan pangan. Angka itu muncul dalam laporan tahunan oleh organisasi Israel, Leket, yang menyediakan berbagai layanan kesejahteraan dan bantuan makanan.
Laporan tersebut menemukan bahwa dari dua juta orang yang berpotensi mengalami kerawanan pangan, 774 ribu di antaranya adalah anak-anak dan sepertiganya berada di bawah umur. Selain itu, 633 ribu keluarga di Israel tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.
Krisis ekonomi akibat pandemi virus corona, menyebabkan peningkatan kerawanan pangan di Israel secara signifikan. Menurut Leket, krisis pandemi virus corona telah memaksa 155 ribu orang ke dalam kondisi rawan pangan, bersama dengan lingkaran kemiskinan yang sebelumnya tidak mereka alami.
CEO Leket, Eran Weintrob, mengatakan, munculnya pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi, semakin memperburuk penderitaan keluarga berpenghasilan rendah. Mereka bahkan telah menderita sebelum pandemi.
"Meskipun pemerintah mengalokasikan NIS 100 juta (31 juta dolar AS), jumlah yang dibutuhkan untuk mengatasi situasi ini adalah sekitar NIS 1 miliar (312 juta dolar AS)," kata Weintrob, dilansir Middle East Monitor, Kamis (23/9).
Kementerian Kesejahteraan Israel berjanji untuk meningkatkan alokasi ketahanan pangan menjadi lebih dari NIS 100 juta. Tetapi rencana itu belum direalisasikan.
Sebuah laporan oleh Pusat Penelitian dan Informasi Knesset yang diterbitkan bulan lalu mengatakan, pada akhir 2020, hanya 200 ribu keluarga yang menderita kekurangan pangan. Times of Israel melaporkan, angka tersebut sebenarnya tiga kali lebih rendah dari angka sebenarnya.
"200 badan amal mendukung 80 ribu keluarga rawan pangan setiap hari, dan asosiasi ini menunggu dana pemerintah untuk menanggapi kebutuhan besar," ujar Weintrob.