REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran meminta Amerika Serikat (AS) mencairkan dana senilai 10 miliar dolar AS sebelum memulai kembali pembicaraan nuklir. Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan Iran meminta AS mencairkan dana tersebut sebagai tanda niat baik AS untuk kembali membicarakan kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA).
Iran telah menolak pembicaraan langsung dengan AS terkait upaya untuk menghidupkan kembali JCPOA yang bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Pada 2018, di bawah pemerintahan mantan presiden Donald Trump, AS menarik diri dari JCPOA dan menjatuhkan sanksi terhadap Iran.
Sanksi tersebut telah membuat perekonomian Iran semakin memburuk. Aset Iran yang bernilai puluhan miliar dolar di bank asing, terutama dari hasil ekspor minyak dan gas, telah dibekukan oleh AS. Amirabdollahian mengatakan bulan lalu AS menggunakan perantara di PBB untuk mencoba melakukan kontak dengan Iran.
“Amerika mencoba menghubungi kami melalui perantara yang berbeda (di Majelis Umum PBB) di New York, dan saya memberi tahu para mediator jika niat Amerika serius maka diperlukan indikasi serius dengan melepaskan setidaknya 10 miliar dolar AS uang kami yang diblokir," kata Amirabdollahian.
Amirabdollahian menyebut AS tidak bersedia melepaskan aset Iran senilai 10 miliar dolar AS. “Mereka tidak bersedia membebaskan 10 miliar dolar AS milik bangsa Iran sehingga kita dapat mengatakan bahwa Amerika dalam beberapa dekade terakhir mempertimbangkan kepentingan bangsa Iran,” kata Amirabdollahian.
Kekuatan Barat telah mendesak Iran untuk kembali melakukan negosiasi karena program nuklir Teheran berkembang jauh melampaui batas yang ditetapkan dalam JCPOA. Amirabdollahian menegaskan Iran akan segera kembali terlibat pembicaraan nuklir yang terhenti di Wina. Namun dia menolak untuk memberikan tanggal pastinya.
Teheran akan mengurangi aktivitas pengayaan uranium untuk membuat senjata nuklir jika Washington mencabut semua sanksi. Para pejabat Iran dan Barat mengatakan masih banyak masalah yang harus diselesaikan sebelum kesepakatan JCPOA dihidupkan kembali.