REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron berharap ketegangan diplomatik antara negaranya dan Aljazair dapat segera mereda. Aljazair telah menarik duta besarnya dari Paris sebagai bentuk protes atas pidato Macron tentang sejarah kolonialisme di negara tersebut.
“Keinginan saya adalah kita bisa menenangkan diri karena saya pikir lebih baik berbicara satu sama lain, dan membuat kemajuan,” kata Macron dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio France Inter yang disiarkan pada Selasa (5/10).
Macron mengaku memiliki hubungan sangat ramah dengan Presiden Aljazair. Pada Sabtu (2/10) lalu, Aljazair menarik duta besarnya untuk Prancis. Itu merupakan responsnya atas pernyataan Macron yang menyebut bahwa sistem politik-militer Aljazair telah menulis ulang sejarah kolonisasinya oleh Prancis berdasarkan kebencian terhadap negara tersebut.
“Pernyataan Macron adalah penghinaan yang tak dapat diterima untuk mengenang lebih dari 5,63 juta martir yang mengorbankan diri mereka dengan perlawanan gagah berani melawan kolonialisme Prancis (antara 1830-1962),” kata Kantor Kepresidenan Prancis pada Sabtu, dikutip Anadolu Agency.
Aljazair mengungkapkan, banyak kejahatan kolonial yang dilakukan Prancis adalah genosida terhadap rakyatnya. Aljazair menegaskan menolak intervensi dalam urusan internal negaranya.
Pada 30 September lalu, Macron membuat pernyataan tentang Aljazair. Ia menyalahkan negara tersebut atas kebencian terhadap Prancis. Macron pun sempat mempertanyakan eksistensi Aljazair. “Apakah ada negara Aljazair sebelum penjajahan Prancis? Itu yang jadi pertanyaan,” ucapnya.
Sebuah sumber di pemerintahan Aljazair mengatakan komentar tentang eksistensi Aljazair sebagai sebuah negara telah memicu kemarahan tertentu. Elite penguasa Aljazair sejak kemerdekaan sebagian besar terdiri dari para veteran perang pembebasannya dari Prancis.