REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun menyatakan, militer Myanmar yang berkuasa tidak menghalangi utusan khusus Asia Tenggara untuk mengunjungi negara itu. Hanya saja, mereka tidak akan mengizinkannya untuk bertemu dengan mantan pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi.
Pernyataan juru bicara ini dikeluarkan oleh militer dalam ringkasan tertanggal Rabu (13/10). Keterangan itu datang ketika tekanan internasional meningkat pada junta untuk menerapkan rencana perdamaian lima poin yang disetujui oleh jenderal utamanya Min Aung Hlaing ASEAN pada April.
Myanmar berada dalam kelumpuhan politik dan ekonomi sejak kudeta militer 1 Februari. Kondisi ini memicu curahan kemarahan dan protes yang belum mereda, dengan beberapa warga sipil membentuk milisi untuk menghadapi tentara yang kuat.
Utusan khusus ASEAN Erywan Yusof menyatakan pekan ini, kelambanan junta terhadap rencana ASEAN sama saja dengan kemunduran. Beberapa negara anggota berdiskusi secara mendalam tentang mengecualikan Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak bulan ini.
Erywan awal pekan ini mengatakan sedang berkonsultasi dengan partai-partai di Myanmar, tidak memihak atau posisi politik, dan menantikan kunjungan.
Selain masalah utusan dari ASEAN, juru bicara junta juga menegaskan sistem peradilan Myanmar adil dan independen. Peradilan akan menangani kasus Aung San Suu Kyi sesuai dengan prinsip itu dan ketua hakim ditunjuk oleh pemerintah sebelumnya.