Ahad 31 Oct 2021 07:42 WIB

Sisi Gelap Shinkansen Si Kereta Peluru Jepang

Operasional shinkansen yang dicampuri politik membuat bisnis tak berjalan mulus

Rep: Mabruroh/ Red: Christiyaningsih
Operasional kereta cepat shinkansen yang dicampuri politik membuat bisnis tak berjalan mulus. Ilustrasi.
Foto: en.wikipedia.org
Operasional kereta cepat shinkansen yang dicampuri politik membuat bisnis tak berjalan mulus. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kereta Api Nasional Jepang (JNR) pertama kali beroperasi pada 1964 dan belum disubsidi negara. Pada 1964 dibuka layanan shinkansen sebagai jalur utama antara Tokyo dan Osaka pada waktunya untuk Olimpiade Musim Panas.

Kereta peluru shinkansen ini memiliki kecepatan rata-rata 86 mil/jam. Shinkansen merupakan kereta tercepat di dunia saat itu sehingga menjadi kecemburuan negara-negara lain. Bahkan Shinkansen menyebabkan Kongres Amerika Serikat meloloskan undang-undang yang mempromosikan kereta api berkecepatan tinggi pada 1965.

Baca Juga

Sejak munculnya kereta peluru, para pegawai dan turis naik Shinkansen di sepanjang pulau utama Jepang, Honshu, serta di pulau-pulau terluar Hokkaido dan Kyushu. Namun kejayaan kereta cepat ini kemudian dirusak oleh politisi yang haus kekuasaan. Shinkansen dibelokkan oleh politisi dan akhirnya lebih banyak merugikan daripada menguntungkan ekonomi Jepang.

JNR harus meminjam 80 juta dolar dari Bank Dunia pada 1961 untuk mengembangkan jalur-jalur yang akan dilewati. Jalur sepanjang 320 mil ini awalnya diproyeksikan menelan biaya 200 miliar yen tetapi akhirnya menghabiskan biaya hampir dua kali lipat yakni 17 miliar dolar AS.

Biaya itu lebih rendah daripada yang mungkin terjadi karena pada tahun 1940 JNR telah membeli hak jalan, menggali beberapa terowongan, dan menilai beberapa rute dalam upaya membangun jalur berkecepatan tinggi. Pinjaman Bank Dunia senilai 80 juta dolar mewakili kurang dari sembilan persen dari total biaya, dengan sisanya berasal dari penjualan obligasi dan pinjaman dari pemerintah Jepang, khususnya melalui sistem perbankan pos negara itu.

Tahun 1963, JNR berhasil melunasi utang tersebut tetapi tahun itu juga menjadi tahun terakhir dalam sejarah kereta shinkansen yang menghasilkan keuntungan. Pada 1972, kereta shinkansen terus merugi lebih dari 10 miliar yen atau sekitar 100 juta dolar setahun (Rp 1,4 triliun).

Untuk mengatasi kerugian ini, JNR berulang kali menaikkan tarif penumpangnya. Langkah tersebut justru mempercepat peralihan dari perjalanan kereta api ke mobil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement