REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Kondisi cuaca yang menguntungkan menyebabkan penurunan polusi yang jarang terjadi di ibu kota India, New Delhi. Penduduk menghirup udara terbersih setidaknya dalam empat tahun pada bulan lalu.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Badan Pengendalian Polusi Pusat yang dikelola India, jumlah itu turun tajam dari konsentrasi rata-rata 126 yang tercatat pada Oktober 2020 atau 25 kali di atas batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun ada beberapa faktor yang bisa membuat kualitas udara kembali memburuk.
Suhu yang turun, penurunan kecepatan angin musim dingin dan petani bersiap untuk membakar limbah pertanian dari tanaman padi sebelumnya untuk menyiapkan ladang guna menanam tanaman gandum menjadi faktor tersebut. "Karena seringnya hujan, sebagian besar petani tidak bisa membakar tunggul tanaman, dan sekarang mereka memiliki jeda yang lebih pendek untuk membuang limbah tanaman,” kata direktur eksekutif di wadah pemikir Center for Science and Environment, Anumita Roychowdhury.
"Saat hujan surut, semakin banyak petani akan bergegas membakar tunggul padi. Itu akan terjadi ketika pola cuaca yang lebih luas akan memungkinkan polutan menggantung di udara, menghasilkan kabut asap tebal," kata Roychowdhury.
Pembakaran limbah tanaman menyumbang sekitar seperempat dari polusi udara pada Oktober dan November. Kekhawatiran perubahan kualitas udara pun akan semakin buruk dengan festival lampu Diwali jatuh pada 4 November ketika orang India akan menyalakan petasan sebagai bagian dari tradisi Hindu kuno.
Delhi telah melarang penjualan petasan, tetapi pihak berwenang jarang memberlakukan pembatasan seperti itu. "Udara Oktober bersih, tapi kami benar-benar khawatir tentang November. Pembakaran tunggul bisa mencapai puncaknya tepat setelah Diwali," kata seorang pejabat senior pemerintah yang terlibat dalam pembingkaian kebijakan untuk mengekang polusi udara.