Kamis 22 Jun 2023 07:24 WIB

Dampak Gelombang Panas di India, Krematorium Penuh dan Jumlah Pasien di RS Melonjak

Risiko kematian di India meningkat akibat perubahan iklim.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Orang yang menderita penyakit akibat panas memadati rumah sakit distrik di Ballia, negara bagian Uttar Pradesh, India, Selasa (20/6/2023).  Gelombang panas yang menyengat di dua negara bagian terpadat di India telah membuat rumah sakit kewalahan, memenuhi kapasitas kamar mayat dan mengganggu pasokan listrik. , memaksa staf untuk menggunakan buku untuk mendinginkan pasien saat petugas menyelidiki jumlah korban tewas yang meningkat.
Foto: AP Photo/Rajesh Kumar Singh
Orang yang menderita penyakit akibat panas memadati rumah sakit distrik di Ballia, negara bagian Uttar Pradesh, India, Selasa (20/6/2023). Gelombang panas yang menyengat di dua negara bagian terpadat di India telah membuat rumah sakit kewalahan, memenuhi kapasitas kamar mayat dan mengganggu pasokan listrik. , memaksa staf untuk menggunakan buku untuk mendinginkan pasien saat petugas menyelidiki jumlah korban tewas yang meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, BALLIA -- Seorang pendeta Hindu di India utara mengatakan jumlah mayat yang dibawa ke krematorium di tepi Sungai Gangga meningkat dua kali lipat dalam sepekan terakhir. Peningkatan ini terjadi saat gelombang panas yang menyengat melanda beberapa wilayah di negara tersebut.

"Situasi di sini berubah dalam empat hingga lima hari terakhir. Jumlahnya mencapai 25 hingga 30 mayat, dan orang-orang berada di sini siang dan malam di tengah cuaca yang panas," ujar pendeta Hindu, Rajesh Pandey, yang melakukan upacara terakhir di krematorium tersebut.

Baca Juga

Kepala pengawas medis untuk Ballia, SK Yadav, mengkonfirmasi adanya lonjakan jumlah pasien yang masuk ke rumah sakit distrik utama itu. Dan ia mengatakan bahwa sebuah investigasi sedang dilakukan untuk memastikan dan menentukan penyebab kematian.

"Pasien yang datang ke sini sudah memiliki beberapa kondisi komorbiditas dan berada dalam stadium akhir," kata Yadav, tanpa menyebutkan jumlah kematian.

Surat kabar Indian Express melaporkan bahwa rumah sakit tersebut telah mencatat setidaknya 80 kematian sejak 15 Juni ketika suhu melonjak hingga hampir 45 derajat Celsius (113°F) di wilayah tersebut, sebelum akhirnya awan mendung menunda terik matahari pada Rabu.

Tingginya angka kematian di Ballia telah memicu perdebatan, karena pemerintah negara bagian asalnya, Uttar Pradesh, mengganti seorang pejabat kesehatan distrik. Alasannya ia mengatakan karena kematian-kematian tersebut disebabkan oleh cuaca panas. Pada hari Rabu, para pasien yang putus asa berbaring di depan kipas pendingin di bangsal rumah sakit yang penuh sesak.

Brijesh Yadav, 28 tahun, mengatakan bahwa ia melarikan kakeknya yang berusia 85 tahun ke rumah sakit pada hari Selasa setelah ia mengeluh kesulitan bernapas. "Para dokter mengatakan bahwa hal ini terjadi karena cuaca yang sangat panas," katanya.

Ketua Menteri Negara Bagian Yogi Adityanath telah mengarahkan para pejabat untuk menghindari pemadaman listrik yang tidak perlu dan membeli daya tambahan jika diperlukan.

Di negara bagian tetangga, Bihar, sedikitnya 50 orang telah meninggal dunia karena kesakitan akibat menahan cuaca yang panas, demikian dilaporkan oleh lembaga penyiaran NDTV. Para pejabat pemerintah Bihar tidak menanggapi panggilan telepon.

India mengalami rata-rata lima sampai enam kali gelombang panas setiap tahunnya di bagian utara negara ini, antara bulan Maret dan Juni. Bahkan kadang kadang cuaca panas berlangsung sampai bulan Juli, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Cambridge menemukan bahwa gelombang panas yang mematikan ini, dipicu oleh perubahan iklim. Pada tahun 2022 perubahan iklim telah membuat hampir 90 persen masyarakat India, lebih rentan terhadap masalah kesehatan, sosial masyarakat, kekurangan makanan dan peningkatan risiko kematian.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement