REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Parlemen Portugal menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang ditulis ulang untuk mengizinkan euthanasia dan bunuh diri yang dibantu dokter bagi orang yang sakit parah dan terluka parah, Jumat (5/11). Keputusan ini muncul setelah pengadilan memblokir versi awal karena istilah yang dikatakan tidak jelas.
RUU tersebut masih membutuhkan tanda tangan presiden Portugal untuk menjadi Undang-Undang (UU). Jika Presiden Marcelo Rebelo de Sousa menandatangani RUU tersebut, Portugal akan menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang mengizinkan prosedur tersebut.
Euthanasia adalah ketika seorang dokter secara langsung memberikan obat-obatan untuk mengakhiri nyawa seorang pasien. Bunuh diri yang dibantu secara medis adalah ketika pasien memberikan obat mematikan itu sendiri dengan di bawah pengawasan medis.
Parlemen meloloskan versi pertama dari RUU tersebut pada Januari. Namun Rebelo de Sousa meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengkajinya. Setelah penolakan pengadilan, undang-undang kembali ke parlemen, di mana anggota parlemen kiri-tengah melakukan revisi.
Sebagian besar hakim pengadilan menyimpulkan bahwa kata-kata dari RUU itu tidak tepat dalam definisi keadaan di mana hak untuk mati dapat diberikan. Kesalahan lain yang pengadilan temukan adalah referensi RUU untuk kerugian definitif yang sangat serius sesuai dengan konsensus ilmiah. Itu merupakan faktor dalam memutuskan apakah prosedur dapat diizinkan dan dalam RUU pertama tidak memiliki ketegasan yang sangat diperlukan dalam deskripsinya.
Sedangkan versi baru yang disetujui dalam 138-84 suara dengan lima abstain memiliki deskripsi yang lebih lengkap. Ini mengacu pada cedera serius, definitif, dan cukup melumpuhkan yang membuat seseorang bergantung pada orang lain atau pada teknologi untuk melakukan tugas-tugas dasar kehidupan sehari-hari.
RUU revisi menyatakan harus ada kepastian atau kemungkinan yang sangat tinggi bahwa keterbatasan tersebut bertahan dari waktu ke waktu tanpa kemungkinan penyembuhan atau peningkatan yang signifikan. Partai-partai kiri-tengah mensponsori RUU itu. Kelompok itu juga yang mendorong undang-undang yang mengizinkan aborsi pada 2007 dan pernikahan sesama jenis pada 2010 di negara yang sebagian besar beragama Katolik.