Jumat 12 Nov 2021 10:03 WIB

COP26 akan Berakhir, Mungkinkah Kesepakatan Iklim Terjadi?

KTT iklim memasuki hari terakhir, Jumat (12/11).

Rep: Idealisa masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Salah satu kartu pos dipajang dalam aksi Greenpeace Indonesia di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Aksi mengantarkan 1.000 kartu pos dari masyarakat seluruh Indonesia kepada Presiden Joko Widodo yang disertai patung es seorang anak tersebut untuk mengingatkan adanya ancaman besar perubahan iklim.
Foto:

Mary Robinson, mantan presiden Irlandia dan kepala sekelompok pemimpin politik senior tentang iklim, menuduh beberapa penghasil karbon utama dunia menyabot segala upaya untuk mengamankan rencana aksi yang lebih ambisius di COP26.

Dia mengatakan bahwa Rusia dan Arab Saudi mendorong kembali untuk memblokir penyebutan apa pun dalam kesepakatan akhir dari Glasgow tentang bekerja untuk menghapus batubara, atau untuk mengurangi subsidi pemerintah untuk bahan bakar fosil.

COP26 adalah konferensi perubahan iklim terbesar sejak pembicaraan penting di Paris. Sekitar 200 negara dimintai rencana mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, yang menyebabkan pemanasan global, pada tahun 2030.

Pada hari Kamis (11/11), sekelompok kecil negara mengumumkan aliansi untuk menghentikan produksi minyak dan gas. Dipimpin oleh Denmark dan Kosta Rika, Beyond Oil and Gas Alliance juga mencakup Prancis, Wales, dan Irlandia, tetapi bukan Inggris.

Aktivis dan politisi dengan hati-hati menyambut deklarasi mengejutkan Kamis dari AS dan China untuk mencoba menjaga pemanasan terbatas pada 1,5C. Namun, para pegiat mengatakan kedua negara perlu mengambil tindakan nyata

 

Sementara itu, perwakilan dari Ghana, Ethiopia, Bangladesh dan Tuvalu mengadakan konferensi pers yang mengklaim bahwa AS menghalangi kemajuan di COP26. Mereka mengatakan AS mengabaikan kekhawatiran negara-negara termiskin dan paling rentan atas pendanaan iklim.

Sebelumnya, juru kampanye yang dipimpin oleh Global Witness menilai kesepakatan iklim akan sulit terjadi. Sebab, dari daftar peserta KTT perubahan iklim di Glasgow ada setidaknya 503 orang yang terkait dengan kepentingan bahan bakar fosil menjadi peserta dalam KTT iklim.

Delegasi ini dikatakan melobi industri minyak dan gas. "Industri bahan bakar fosil telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk menyangkal dan menunda tindakan nyata terhadap krisis iklim, itulah sebabnya ini menjadi masalah besar," kata Murray Worthy dari Global Witness, dilansir di BBC, Senin (8/11).

Murai mengatakan pengaruh dari delegasi-delegasi ini merupakan salah satu alasan terbesar mengapa 25 tahun pembicaraan iklim PBB tidak menghasilkan pengurangan nyata dalam emisi global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement