REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa pada Jumat (12/11) menyatakan prihatin atas pembentukan dewan transisi baru ciptaan tentara yang dipimpin oleh panglima militer di Sudan. Negara Barat menyerukan kembalinya pemerintahan transisi yang dipimpin sipil.
"Tindakan sepihak oleh militer ini merusak komitmennya untuk menegakkan kerangka transisi yang disepakati," kata tiga serangkai ( AS, Inggris dan EU) dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan dengan Norwegia dan Swiss.
Mereka mengecam pengangkatan orang-orang yang diklaim sebagai Dewan Berdaulat Sudan, namun melanggar deklarasi konstitusional 2019. Tiga serangkai menyerukan pemulihan segera Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan pemerintah transisi yang dipimpin sipil.
Sebelumnya anglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan pada Kamis mengeluarkan dekrit untuk membentuk Dewan Penguasa transisi baru, dan menunjuk dirinya sendiri sebagai ketuanya. Al-Burhan dan wakilnya, Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hameti, mempertahankan posisi mereka di dewan tinggi negara sebelumnya.
"Pengumuman dari panglima Sudan itu tidak memasukkan seseorang perwakilan bagian timur negara itu," demikian menurut televisi resmi Sudan yang mengatakan bahwa perwakilan itu akan ditunjuk di kemudian hari.
Dewan baru ini mempertahankan anggota dari Dewan yang sebelumnya dibubarkan, termasuk Syams al-Din Khabbashi, Yasser al-Atta, Jabir Ibrahim, Malik Agar, El-Hadi Idris Yahya, El-Tahir Hajar dan Raja Nicola. Kemudian ada nama Yusuf Jad Karim, Abu El-Qasim Mohammad Ahmad, Abdul-Baqi al-Zubair dan Selmi Abdul-Jabbar.