Kamis 11 May 2023 14:32 WIB

Warga Sipil Khartoum Kesulitan Bertahan di Tengah Perang

Situasi mengenaskan dihadapi warga sipil yang masih berada di Khartoum

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Asap mengepul di Khartoum, Sudan, Rabu, 3 Mei 2023. Banyak orang melarikan diri dari konflik di Sudan antara militer dan pasukan paramiliter saingan.
Foto: AP Photo/Marwan Ali
Asap mengepul di Khartoum, Sudan, Rabu, 3 Mei 2023. Banyak orang melarikan diri dari konflik di Sudan antara militer dan pasukan paramiliter saingan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Sejak perang pecah di Sudan pada pertengahan April lalu, salah satu warga ibu kota Khartoum, Omar dan ayahnya tidak meninggalkan rumah. Ia yakin mereka berdua satu-satunya warga sipil yang masih berada di pemukiman tersebut.

Mereka membatasi diri dengan makan satu kali sehari dengan harapan persediaan makanan dapat bertahan lebih lama. "Setelah itu kami tidak tahu apa yang akan kami lakukan selain bertahan dengan kurma dan air," katanya Kamis (11/5/2023).

Baca Juga

Omar mengatakan tetangganya sudah mengungsi dari lingkungan rumah mereka di dekat bandara yang merupakan titik pertempuran di Khartoum. Namun Omar yang menolak memberikan nama belakangnya karena alasan keamanan mengatakan ia dan ayahnya memilih bertahan karena tidak ingin meninggalkan rumah mereka.

Pernyataannya mencerminkan situasi mengenaskan yang dihadapi warga sipil yang masih berada di Khartoum setelah konflik antara Angkatan Bersenjata dengan paramiliter Rapid Support Forces pecah tiga pekan yang lalu. Sudah puluhan ribu orang mengungsi dari ibukota yang sebelum perang dihuni sekitar 10 juta orang.

Namun sebagian warga memilih bertahan karena terlalu berbahaya atau mahal untuk mengungsi atau ingin mempertahankan rumah mereka. Kini warga sipil yang bertahan menghadapi masalah kelangkaan pangan, pemadaman listrik, kekurangan air dan jaringan telekomunikasi yang terputus-putus.

PBB yang sudah memperingatkan konflik ini dapat membawa Sudan ke bencana kemanusiaan mengatakan sedang menegosiasikan akses bantuan yang aman ke Khartoum. Program Pangan Dunia (WFP) memperkirakan 2,5 juta warga Sudan dapat jatuh ke jurang kelaparan.

Sebelum perang jutaan warga Sudan dan negara-negara tetangganya sudah mengandalkan bantuan kemanusiaan karena kemiskinan dan konflik. Kedua belah pihak sedang menggelar perundingan di Jeddah, Arab Saudi untuk menetapkan gencatan senjata jangka panjang dan akses untuk bantuan kemanusiaan.

Namun pertempuran masih berlangsung di Khartoum. Terlihat antrian panjang di depan sedikit toko roti yang masih buka.

"Selalu ada yang kurang," kata salah satu warga, Hashim yang tidak berhasil menemukan nasi atau pasta selama satu pekan.

Ia ingin mengungsi dari Sudan tapi tidak bisa karena paspornya hilang sebelum perang pecah. "Orang-orang yang tak memiliki uang terpaksa mendatangi rumah yang ditinggalkan tetangganya untuk mencari makanan yang bisa mereka temukan," kata Hasim.

"Saya bertahan dengan tabungan saya sendiri, tapi pada akhirnya itu akan habis," katanya.

Mereka yang memiliki uang kesulitan membelanjakannya karena uang tunai sudah hampir habis dan aplikasi perbankan yang diandalkan warga Sudan sudah berhenti berfungsi. Karena sebagian besar rumah sakit tutup, para sukarelawan medis mendatangi pemukiman-pemukiman di Khartoum untuk membantu warga yang membutuhkan pertolongan medis, sementara warga berjaga di jalanan untuk mencegah penjarahan.

Suara serangan udara, artileri dan tembakan dapat terdengar bahkan dari lingkungan yang jauh dari medan pertempuran. Seorang mahasiswa yang masih berada di Khartoum, Ahmed Khalid mengatakan kehidupan benar-benar terhenti.

"Kami bahkan tidak bisa merasakan hari-hari telah berlalu," kata pria 22 tahun itu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement