Kamis 25 Nov 2021 15:47 WIB

Israel Rancang Permukiman Yahudi Besar-besaran di Atarot

Kota Israel itu akan berada di dekat tiga komunitas Palestina berpenduduk padat.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Permukiman ilegal Israel
Foto:

Hassan-Nahoum mencatat bahwa Israel telah memfasilitasi pembangunan zona industri dan pusat perbelanjaan di dekatnya yang melayani warga Palestina. Namun, bahkan jika mereka dapat bekerja dan berbelanja di Yerusalem, warga Palestina menderita krisis perumahan parah yang berakar pada sistem izin yang diskriminatif dan kurangnya ruang.

Kartografer Palestina dan mantan negosiator perdamaian yang berfokus pada masalah Yerusalem, Khalil Tufakji, mengatakan penyelesaian baru adalah bagian dari proses yang lebih besar untuk mendorong warga Palestina keluar dari kota.  "Ini adalah perubahan demografis mendasar yang menguntungkan Israel,” kata Tufakji.

Inggris membangun lapangan terbang militer pada awal 1920-an, ketika Yerusalem menjadi ibu kota administratif Mandat Palestina. Yordania merebut situs itu bersama dengan sisa Yerusalem timur dan Tepi Barat dalam perang 1948 seputar penciptaan Israel dan mengubahnya menjadi bandara sipil yang melayani peziarah agama dan pelancong lainnya.

Pada 1950-an hingga 1960-an, wisatawan bisa bolak-balik antara Yerusalem dan tujuan di seluruh Eropa dan Timur Tengah, termasuk Roma, Beirut, Kairo, Damaskus, dan bahkan kota-kota di Arab Saudi dan Iran. Eldad Brin, seorang peneliti Israel yang baru-baru ini menerbitkan sebuah artikel ilmiah tentang bandara, mengatakan bahwa bandara itu melayani 100 ribu penumpang pada 1966.

Israel terus menggunakan bandara setelah perang 1967,  terutama untuk penerbangan lokal dan charter karena maskapai besar menolak untuk melayani wilayah yang diduduki. Bandara ditutup tidak lama setelah intifada Palestina kedua dimulai pada 2000 karena masalah keamanan.

Palestina berharap suatu hari nanti dapat membuka kembali bandara internasional Yerusalem untuk negara Palestina. Namun perluasan pemukiman yang terus-menerus di Yerusalem timur dan Tepi Barat telah membuat hampir mustahil untuk membayangkan pembentukan negara Palestina yang ideal.

Perdana Menteri Israel saat ini, Naftali Bennett, dan partai-partai sayap kanan yang mendominasi sistem politiknya, sangat mendukung pemukiman dan menentang kenegaraan Palestina. Bahkan ketika sebagian besar masyarakat internasional memandang solusi dua negara sebagai satu-satunya cara realistis untuk menyelesaikan konflik, tidak ada negosiasi damai yang substantif selama lebih dari satu dekade. "Akan ada yang namanya bandara Yerusalem untuk negara Palestina," kata Tufakji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement