Kamis 02 Dec 2021 01:51 WIB

Perjuangan Mahasiswa India Lawan Diskriminasi Kasta Dalit

Mahasiswa kasta Dalit India kerap dirisak di kampus bahkan hingga ada yang bunuh diri

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Mahasiswa kasta Dalit India kerap dirisak di kampus bahkan hingga ada yang bunuh diri. Ilustrasi.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, CHENNAI - Dirisak oleh staf akademik, dilarang memasuki laboratorium universitas, dan bahkan ditolak menduduki kursi, Deepa P. Mohanan putus asa untuk dapat menyelesaikan PhD-nya sebagai wanita Dalit. Di India, Dalit adalah kasta rendah. Namun kemudian dia memutuskan untuk melawan.

Mohanan, yang meneliti pengobatan nano, menjadi gadis yang sosoknya terpampang di poster bagi puluhan ribu sesama mahasiswa Dalit ketika dia melakukan mogok makan untuk memprotes diskriminasi. Dia pun berhasil memaksa otoritas universitas memberikan janji reformasi.

Baca Juga

"Saya sangat ingin menyelesaikan PhD saya dan menyadari bahwa itu tidak akan mungkin sampai saya secara terbuka menyerukan penghapusan diskriminasi kampus yang saya hadapi selama bertahun-tahun," kata wanita 26 tahun itu dalam sebuah wawancara telepon dari rumahnya di Kottayam di India selatan.

Mohanan mengakhiri mogok makan 11 harinya awal bulan ini setelah kepala Pusat Nanosains dan Nanoteknologi Universitas Internasional dan Antar Universitas Mahatma Gandhi diberhentikan menyusul keluhannya. Universitas itu juga telah membentuk sebuah komite di bawah wakil rektor untuk menyelidiki tuduhannya, yang menurut para aktivis hak asasi mencerminkan diskriminasi yang merajalela terhadap mahasiswa kasta rendah di kampus-kampus di seluruh negara berpenduduk 1,3 miliar orang itu.

Sebanyak 200 juta orang dari kasta Dalit India, yang berada di anak tangga terbawah dari hierarki kasta kuno, masih berjuang untuk mengakses pendidikan dan pekerjaan enam dekade setelah India melarang diskriminasi berbasis kasta dan memperkenalkan kuota minimum untuk meningkatkan perwakilan mereka.

"Diskriminasi kasta sangat lazim di kampus ... ruang kelas telah menjadi ruang yang mengerikan," kata Jenny Rowena, seorang profesor bahasa Inggris di Universitas Delhi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement