Jumat 03 Dec 2021 10:50 WIB

Parlemen AS Pertimbangkan RUU Cegah Kerja Paksa Uighur

Jika RUU menjadi UU, semua produk Xinjiang bisa diduga hasil kerja paksa etnis Uighur

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Seorang pekerja mengisi bibit kapas pada mesin penebar bibit di areal perkebunan kapas di Prefektur Changji, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Rabu (21/4/2021). Xinjiang diguncang isu kerja paksa terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di perkebunan kapas, namun dibantah karena semua proses dikerjakan dengan mesin.
Foto: ANTARA/M. Irfan Ilmie
Seorang pekerja mengisi bibit kapas pada mesin penebar bibit di areal perkebunan kapas di Prefektur Changji, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Rabu (21/4/2021). Xinjiang diguncang isu kerja paksa terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di perkebunan kapas, namun dibantah karena semua proses dikerjakan dengan mesin.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Parlemen Amerika Serikat (AS) atau House of Representative pada Kamis (2/12) mempertimbangkan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang impor dari wilayah Xinjiang, China. Usulan RUU tersebut didasarkan atas kekhawatiran tentang kerja paksa terhadap etnis Uighur di Xinjiang.

"Kami pikir penting untuk membuat beberapa undang-undang China, yang sebagian besar berfokus pada hak asasi manusia. Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur," ujar Perwakilan House of Representative Jim McGovern.

Baca Juga

Partai Republik dan Demokrat telah berdebat panjang tentang undang-undang Uighur selama beberapa bulan terakhir. Belum lama ini, Senator Republik Marco Rubio telah meminta RUU pencegahan kerja paksa Uighur dimasukkan sebagai amandemen Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional atau NDAA.

Jika RUU pencegahan kerja paksa Uighur menjadi undang-undang (UU), maka akan menjadikan praduga yang dapat dibantah bahwa semua barang dari Xinjiang diproduksi dengan kerja paksa. Sementara, pemerintah China menyangkal telah melakukan pelanggaran kerja paksa di Xinjiang yang memasok sebagian besar bahan dunia untuk panel surya.

Partai Republik menuduh Presiden AS Joe Biden, yang merupakan seorang Demokrat, sengaja memperlambat terbitnya undang-undang kerja paksa Uighur karena akan memperumit agenda energi terbarukan presiden. Namun Demokrat menyangkal hal itu.

“Saya hanya ingin melihat pendekatan yang jauh lebih kuat dalam hal kerja paksa di Xinjiang,” ujar Perwakilan Demokrat, Dan Kildee.

Oktober lalu, tiga bipartisan senator AS meminta jawaban dari perusahaan elektronik Amerika, Universal Electronics Inc., atas keterlibatan dalam tindakan genosida terhadap etnis Uighur dan kelompok etnis lain di Xinjiang. Ketua Hubungan Luar Negeri Senat dari Demokrat Bob Menendez bersama dengan anggota komite dari Demokrat Jeff Merkley dan Marco Rubio dari Republik mengirim surat kepada Chief Executive Officer Paul Arling.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement