REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki akan mengikuti strategi pertumbuhan ekonomi yang dilakukan China. Strategi tersebut yakni memproduksi barang lebih murah dan menjual produk tersebut ke negara lain sehingga meningkatkan pendapatan dalam dolar AS.
Dalam pertemuan dengan pejabat senior dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa awal pekan ini, Erdogan membahas peta jalan baru untuk ekonomi yang kini tengah dikejar pemerintah. Erdogan mencatat bahwa prospek ekonomi akan membaik dalam empat hingga lima bulan. Sementara model ekonomi baru akan mulai memberikan hasil dalam enam bulan.
"Kami telah memilih jalan yang sulit, tetapi warga akan mulai merasakan efek positifnya," kata Erdogan seperti dikutip laman Hurriyet Daily News, Jumat (3/12).
"Kami telah memulai era baru untuk mematahkan cengkeraman suku bunga dan mencapai pertumbuhan ekonomi berbasis produksi. Kami akan memikat investor asing. Beginilah ekonomi China tumbuh dengan populasi, industri, dan produksinya yang masih muda. Turki memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan China, kami lebih dekat dengan pasar," kata presiden melanjutkan.
Presiden juga mencatat bahwa negara-negara seperti China dan Jerman telah melakukan kebijakan suku bunga rendah selama bertahun-tahun. Dia pun menekankan bahwa ekonomi Turki juga harus tumbuh dengan berfokus pada produksi dan populasi mudanya bukan dengan suku bunga.
Erdogan menjelaskan bahwa selama 19 tahun terakhir, pemerintah telah melakukan investasi skala besar, seperti jalan dan jembatan. Presiden menekankan tekad untuk menurunkan suku bunga dan dalam enam bulan keputusan yang diambil dalam model ekonomi baru ini bakal membuahkan hasil.
"Masyarakat akan sejahtera, dan daya beli mereka akan meningkat. Defisit transaksi berjalan akan menurun. Kita akan menjadi bangsa yang suku bunganya rendah dan fokus pada industri," kata Presiden.