REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Menurut data yang baru-baru ini dirilis oleh Biro Catatan Kejahatan Nasional (NCRB), 22.372 ibu rumah tangga (IRT) bunuh diri tahun lalu. Artinya rata-rata 61 IRT bunuh diri setiap hari atau satu setiap 25 menit.
Sejak 1997 ketika NCRB mulai mengumpulkan data bunuh diri berdasarkan pekerjaan, lebih dari 20.000 IRT telah bunuh diri setiap tahun. Pada 2009, jumlah itu meningkat menjadi 25.092.
Laporan selalu menyalahkan bunuh diri pada masalah keluarga atau masalah terkait pernikahan. Namun, pakar kesehatan mental mengatakan alasan utama adalah kekerasan dalam rumah tangga yang merajalela dan pekerjaan sehari-hari yang membosankan yang dapat membuat pernikahan menindas serta kondisi perkawinan tercekik.
"Perempuan sangat tangguh, tetapi toleransi ada batasnya," kata psikolog klinis di kota utara Varanasi, Dr Usha Verma Srivastava.
Menurut Srivastava, kebanyakan anak perempuan dinikahkan segera setelah mereka berusia 18 tahun, usia yang sah untuk menikah. Perempuan itu menjadi istri dan menantu dengan menghabiskan sepanjang hari di rumah, memasak, membersihkan, dan melakukan pekerjaan rumah tangga.
"Segala macam pembatasan ditempatkan padanya, dia memiliki sedikit kebebasan pribadi dan jarang memiliki akses ke uangnya sendiri," ujar Srivastava.
Kondisi ini membuat pendidikan dan mimpi perempuan menjadi tidak lagi dan ambisinya mulai padam perlahan. Kondisi itu mendorong keputusasaan dan kekecewaan muncul dan keberadaan belaka menjadi siksaan.
Pada perempuan yang lebih tua, menurut Srivastava, alasan bunuh diri berbeda. "Banyak yang menghadapi sindrom sarang kosong setelah anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah dan banyak yang menderita gejala peri-menopause yang dapat menyebabkan depresi dan tangisan," katanya.
Namun, bunuh diri mudah dicegah dan jika menghentikan seseorang, kemungkinan mereka akan berhenti melakukannya lagi. Psikiater Soumitra Pathare mengatakan banyak kasus bunuh diri di India yang impulsif.