REPUBLIKA.CO.ID, RAFAH -- Setiap bulan, ratusan truk penuh bahan bakar, semen, dan barang-barang lainnya melintasi tanah tak bertuan antara Mesir dan Jalur Gaza. Dari perlintasan itu, Hamas mengumpulkan puluhan juta dolar sebulan dalam bentuk pajak dan bea cukai di perbatasan kota Rafah.
Hamas tidak merilis angka pendapatan atau pengeluaran publik. Namun menurut sebuah kelompok hak asasi Israel yang memantau dengan cermat penutupan Gaza, Gisha, sekitar 2.000 truk berisi semen, bahan bakar, dan barang-barang lainnya masuk melalui Rafah pada September. Jumlah itu hampir dua kali lipat rata-rata bulanan pada 2019-2020.
Direktur pelaksana penyeberangan di Kementerian Ekonomi yang dikelola Hamas Rami Abu Rish mengatakan pihak berwenang memperoleh tidak lebih dari 1 juta dolar AS per bulan dari penyeberangan Israel dan hingga 6 juta dolar AS dari Rafah. Namun Kementerian Keuangan Otoritas Palestina memperkirakan Hamas memperoleh sebanyak 30 juta dolar AS per bulan. Menurut seorang pejabat yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas angka internal, jumlah itu bersumber dari pajak bahan bakar dan tembakau yang masuk melalui Rafah.
Seorang importir rokok di Gaza mengatakan sekelompok kecil pedagang mengimpor 9.000 hingga 15 ribu peti rokok melalui Rafah setiap bulan. Hamas mengenakan biaya 1.000 hingga 2.000 dolar AS per peti. Itu saja akan menghasilkan rata-rata 18 juta dolar AS.
Ekonom Gaza, Abu Jayyab, memperkirakan Hamas menghasilkan hingga 27 juta dolar AS per bulan. Angka itu di luar pajak dan bea cukai yang dibayarkan untuk semen dan bahan bakar.
Mohammed Agha yang keluarganya memiliki jaringan pompa bensin di Gaza adalah salah satu dari sedikit pengusaha yang setuju untuk berbicara secara terbuka tentang manajemen Hamas di penyeberangan. Dia mengatakan pemilik pompa bensin terpaksa membeli sebagian besar bahan bakar mereka dari pasokan yang datang melalui Rafah karena Hamas diuntungkan dari perdagangan tersebut.
Agha menuturkan Hamas memenjarakannya selama dua bulan pada 2019 ketika dia memprotes pengaturan itu. "Kami sebagai pengusaha menopang pemerintah," ujarnya.
"Sebelum Hamas, 1.000 shekel (sekitar 320 dolar AS) sebulan sudah cukup bagi sebuah keluarga untuk bertahan hidup. Sekarang, 5.000 tidak cukup karena mereka membebani warga," kata Agha.
Uang yang dikumpulkan Hamas dapat diberikan kepada sekitar 50 ribu pegawai negeri sipil atau pendukung gerakan politik. Dana itu juga digunakan untuk sayap bersenjata Hamas yang telah meningkatkan kemampuan militernya dengan setiap perang dan menembakkan lebih dari 4.000 roket ke Israel dalam 11 hari musim semi lalu.
Setelah Hamas merebut kekuasaan Jalur Gaza dari Otoritas Palestina pada 2007, Israel dan Mesir memberlakukan blokade hukuman yang bertujuan untuk mencegah kelompok itu mempersenjatai diri. Ekonomi besar-besaran berdasarkan terowongan penyelundupan bermunculan di dalam dan sekitar Rafah.
Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi memerintahkan terowongan dihancurkan setelah memimpin penggulingan pemerintah yang bersimpati kepada Hamas pada 2013. Namun, empat tahun dan perang Gaza lainnya membuat Mesir menyetujui tuntutan Hamas untuk membuka penyeberangan komersial di atas tanah.