REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Gerak China untuk menunjuk utusan perdamaian Tanduk Afrika telah ditafsirkan oleh beberapa pengamat sebagai langkah "resmi" Beijing untuk bergerak keluar dari langkah tradisional selama ini yang tak melakukan intervensi dalam urusan negara lain. Selain itu, langkah itu juga dianggap sebagai tanda kepercayaan yang bisa tumbuh di mata internasional.
Menteri Luar Negeri Wang Yi juga yang mengumumkan penunjukan itu juga menyerukan konferensi perdamaian regional selama kunjungannya ke Kenya, pekan lalu. Dia memuji "posisi strategis yang unik dan pembangunan besar" di kawasan itu.
Tetapi wilayah yang menjadi rumah bagi Djibouti, Eritrea, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan, dan Sudan itu telah mengalami perang saudara, pemberontakan Islam, dan kudeta militer yang mengancam investasi ke wilayah tersebut.
Analis juga menunjuk pada investasi besar yang dilakukan perusahaan-perusahaan China di seluruh kawasan, termasuk infrastruktur utama seperti pelabuhan dan kereta api, sebagai alasan lain dalam intervensi.
Seifudein Adem, profesor studi global di Doshisha University di Kyoto, Jepang, mengatakan penunjukan seorang utusan, menunjukkan China telah menyadari nilai geo-strategis Tanduk Afrika dan siap untuk secara resmi dan terbuka mengesampingkan "prinsipnya".
“Lebih penting lagi, ini mencerminkan kepercayaan China yang tumbuh sebagai kekuatan global yang meningkat dan bersedia serta mampu menyediakan barang publik global melalui, antara lain, mediasi konflik di negeri-negeri yang jauh", kata Adem, seperti dilansir dari Yahoo mengutip laporan South China Morning Post, Ahad (9/1/2022).
China, pada dasarnya, menampilkan dirinya untuk kali pertama sebagai mediator alternatif dari konflik di Ethiopia yang telah coba dimediasi secara aktif oleh AS, dan sejauh ini tidak berhasil.