Rabu 12 Jan 2022 20:48 WIB

Setelah Sri Lanka, Giliran Ekuador Minta Tunda Bayar Utang ke China

Ekuador memiliki utang sebesar 5 miliar dolar AS kepada China

Rep: Kamran Dikarma/Dwina/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden  Ekuador Guillermo Lasso.
Foto:

Sejak mengambil alih kekuasaan Mei lalu, Lasso telah beralih ke organisasi multilateral untuk mengamankan keuangan Ekuador. Perekonomian negara tersebut cukup terpukul oleh pandemi Covid-19.

Pada 2021, Lassoa menegosiasikan kembali perjanjian pinjaman sebesar 6,5 miliar dolar AS dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Ia pun tidak menutup kemungkinan untuk kembali ke pasar modal tahun ini.

AS berupaya untuk melemahkan pengaruh utang China di Ekuador. Paman Sam memberikan sejumlah utang ke negara di Amerika Latin itu.  Pada Oktober 2021 lalu misalnya, pemerintahan Joe Biden mengumumkan pinjaman 150 juta dolar AS ke pengusaha wanita di Ekuador. Namun menurut NPR, jumlah itu tak ada apa-apanya jika dibandingkan total utang yang diberikan China mencapai 18 miliar dolar AS sejak 2005.

Renegosiasi Sri Lanka

Sebelumnya, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa juga  meminta China merestrukturisasi pembayaran utang sebagai bagian dari upaya membantu negara Asia Selatan itu mengatasi krisis keuangan yang memburuk, Ahad (9/1/2022). Dia mengajukan permintaan tersebut dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Kolombo.

"Presiden menyatakan akan sangat melegakan negara jika perhatian dapat diberikan pada restrukturisasi pembayaran utang sebagai solusi atas krisis ekonomi yang muncul dalam menghadapi pandemi Covid-19," kata pernyataan kantor kepresidenan.

Sri Lanka telah diuntungkan dari miliaran dolar pinjaman lunak dari China tetapi negara kepulauan itu saat ini berada di tengah krisis valuta asing yang menempatkannya di ambang kegagalan. Beijing pub adalah pemberi pinjaman terbesar keempat Kolombo, di belakang pasar keuangan internasional, Asian Development Bank (ADB), dan Jepang.

Selama dekade terakhir, China telah meminjamkan Sri Lanka lebih dari 5 miliar dolar AS untuk jalan raya, pelabuhan, bandara, dan pembangkit listrik tenaga batu bara. Namun para kritikus menuduh dana itu digunakan untuk proyek gajah putih dengan pengembalian rendah, yang dibantah China.

Rajapaksa juga meminta China untuk memberikan persyaratan konsesi untuk ekspornya ke Sri Lanka berjumlah sekitar 3,5 miliar dolar AS pada 2020. Dia mengusulkan untuk mengizinkan turis Beijing kembali Kolombo asalkan dapat mematuhi pembatasan ketat Covid-19, termasuk hanya menginap di hotel yang telah disetujui sebelumnya dan hanya mengunjungi tempat wisata tertentu.

Sebelum pandemi, China adalah sumber utama turis Sri Lanka. Pulau itu pun mengimpor lebih banyak barang dari China daripada dari negara lain mana pun.

Baca juga,  https://republika.co.id/berita/r5gzwr382/krisis-keuangan-memburuk-sri-lanka-minta-restrukturisasi-pembayaran-utang-ke-china.

Sri Lanka adalah bagian penting dari Belt and Road Initiative (BRI), sebuah rencana jangka panjang untuk mendanai dan membangun infrastruktur yang menghubungkan China ke seluruh dunia.

Selain itu, negara ini harus membayar utang sekitar 4,5 miliar dolar AS tahun ini yang dimulai dengan International Sovereign Bond (ISB) senilai 500 juta dolar AS yang jatuh tempo pada 18 Januari dengan. Sebesar 1,5 miliar dari China membantu pulau itu meningkatkan cadangannya menjadi  3,1 miliar dolar AS pada akhir Desember.

Pembayaran utang ke China pada  2022 kemungkinan akan lebih kecil dari komitmen ISB sebesar 1,54 miliar dolar AS, sekitar 400 juta-500 juta dolar AS. Bank sentral Sri Lanka telah berulang kali meyakinkan semua pembayaran utang akan dipenuhi dan mengatakan dana untuk ISB Januari telah dialokasikan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement