REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara menembakkan dua rudal jelajah ke laut lepas pantai timur pada Selasa (25/1/2022). Kepala staf Gabungan Korea Selatan tidak merinci jangkauan atau lintasan rudal, dan sedang melakukan analisis bersama dengan pihak berwenang Amerika Serikat (AS).
Peluncuran rudal itu adalah yang kelima kalinya dilakukan oleh Korea Utara dalam beberapa waktu terakhir. Korea Utara sebelumnya telah meluncurkan uji coba rudal taktis, serta dua rudal hipersonik dengan kecepatan tinggi dan bermanuver setelah lepas landas. Korea Utara juga melakukan uji coba sistem rudal yang dibawa kereta api.
Seorang ahli militer di Institut Analisis Pertahanan Korea, Lee Sang-min, mengatakan, uji coba rudal yang dilakukan oleh Korea Utara bertujuan untuk membangun ketegangan geopolitik. Ada kemungkinan peluncuran rudal merupakan upaya Korea Utara mendorong Amerika Serikat untuk membuat strategi baru.
“Rudal jelajah lebih lambat dari rudal balistik dan dianggap sebagai ancaman yang lebih kecil, tetapi mereka mencapai target dengan presisi tinggi, ini adalah sesuatu yang akan terus dikembangkan oleh Korea Utara," kata Lee.
Sejauh ini Korea Utara belum meluncurkan rudal balistik antarbenua atau senjata nuklir sejak 2017. Tetapi negara tersebut mulai menguji sejumlah rudal jarak pendek, setelah pembicaraan denuklirisasi dengan Amerika Serikat terhenti dan gagal mencapai kesepakatan.
Dewan Keamanan PBB melarang Korea Utara melakukan peluncuran apa pun yang menggunakan teknologi balistik, tetapi bukan rudal jelajah. Sementara Menteri Unifikasi Korea Selatan Lee In-young, mendesak Korea Utara untuk kembali berdialog.
"Kami ingin menekankan lagi bahwa dialog dan kerja sama adalah satu-satunya cara untuk perdamaian," ujar Lee.
Korea Utara mengatakan, pihaknya tetap terbuka untuk berdialog. Namun Korea Utara menetapkan syarat bahwa, Amerika Serikat dan sekutunya membatalkan langkah-langkah kebijakan bermusuhan, seperti sanksi dan latihan militer.