REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat pada Senin (7/2/2022) meminta Korea Utara untuk membatalkan program nuklir dan rudal balistiknya. Amerika Serikat menekankan kepada Korea Utara untuk memprioritaskan kebutuhan rakyatnya sendiri.
“Kami menyerukan DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea) untuk menunjukkan komitmen terhadap kesejahteraan rakyatnya sendiri dengan menghormati hak asasi manusia, menggunduli program WMD (senjata pemusnah massal) dan misil balistik yang melanggar hukum, dan memprioritaskan kebutuhan rakyatnya sendiri, yaitu warga Korea Utara yang rentan," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB sejak 2006 atas program nuklir dan rudal balistiknya. Pada November lalu, Rusia dan Cina menghidupkan kembali dorongan 2019 untuk meringankan sanksi PBB terhadap Korea Utara. Hal ini sebagai upaya untuk memperbaiki situasi kemanusiaan. Langkah itu mendapat sedikit dukungan atau keterlibatan di antara anggota dewan, sehingga Cina dan Rusia belum memberikan suara.
"Jika dewan memikirkan warga Korea biasa dan bukan hanya geopolitik, maka proposal ini memerlukan dukungan. Kami sangat yakin bahwa aparat sanksi Dewan Keamanan membutuhkan dosis humanisasi yang kuat," ujar Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy.
Rusia dan Cina juga menggunakan pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk mengecam sanksi sepihak. "Mereka telah melemparkan mereka (rakyat Korea Utara) ke kiri, kanan, dan tengah dalam hiruk-pikuk sedemikian rupa," ujar Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun.
Thomas-Greenfield mengatakan, dia prihatin dengan upaya "mengkritik dan mendelegitimasi" sanksi sepihak sebagai tindakan melanggar hukum. Dia menambahkan bahwa, Amerika Serikat dengan tegas menolak posisi itu.
Menurut kutipan dari laporan rahasia PBB yang dilihat oleh Reuters, situasi kemanusiaan Korea Utara terus memburuk. Laporan itu mengatakan bahwa, krisis kemanusiaan terjadi karena pembatasan ketat untuk mencegah pandemi Covid-19.