REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI--Ribuan warga Libya merayakan 11 tahun sejak pemberontakan yang menggulingkan mantan pemimpin, Muammar Gaddafi. Kegiatan dilakukan di tengah ketegangan politik di negara yang akhirnya terpecah itu.
Peringatan itu datang ketika negara itu memiliki dua perdana menteri yang saling bersaing di ibu kota Tripoli. Libya juga gagal untuk mengadakan pemilihan nasional, dengan pemungutan suara ditunda tanpa batas waktu di tengah perselisihan sengit atas dasar hukum pemilihan.
Ribuan kendaraan berkumpul di pusat Tripoli pada Jumat (18/2/2022), menciptakan kemacetan lalu lintas yang parah. Para pengendara membunyikan klakson mobil mereka pada perayaan, seorang wartawan AFP melaporkan.
Dilansir dari The New Arab, Sabtu (19/2/2022), perayaan diadakan di Alun-alun Martir yang ikonik di ibu kota di mana Gaddafi pernah memberikan pidato putus asa yang terkenal sebelum "revolusi 17 Februari" menyapunya dari kekuasaan.
Konser dan kembang api diselenggarakan tetapi warga Libya harus menunggu berjam-jam sebelum memasuki alun-alun karena keamanan ketat dan detektor logam memperlambat proses. Perayaan itu dijadwalkan berlangsung pada hari Kamis tetapi sebagian besar ditunda sehari karena cuaca buruk.
Awal bulan ini parlemen yang berbasis di Timur memilih untuk menunjuk Fathi Bashagha untuk menggantikan pemerintah persatuan sementara. Perdana Menteri petahana Abdulhamid Dbeibah yang ditunjuk sebagai bagian dari proses perdamaian yang digerakkan oleh PBB, bersikeras bahwa dia hanya akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah terpilih.
Sejak penggulingan Gaddafi, Libya telah memiliki tidak kurang dari sembilan pemerintahan dan dua perang saudara skala penuh tetapi belum mengadakan pemilihan presiden. Libya juga telah bergulat dengan kesulitan keuangan yang besar meskipun kekayaan minyak negara itu sangat besar.