REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Rusia menggunakan hak vetonya terhadap draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tentang kecaman invasi Moskow ke Ukraina, Jumat (25/2/2022) waktu setempat. Sementara China, sekutu Rusia memilih abstain dalam pemungutan suara.
Rancangan resolusi DK menuntut agar Rusia segera menghentikan penggunaan kekuatannya terhadap Ukraina dan segera, sepenuhnya, dan tanpa syarat menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional. Rancangan itu juga menuntut agar Rusia membatalkan pengakuannya atas dua negara separatis di Ukraina timur sebagai negara merdeka.
Uni Emirat Arab (UEA) dan India juga abstain dalam pemungutan suara pada teks yang dirancang Amerika Serikat (AS) dan Albania. Sementara 11 negara anggota DK lainnya memberikan suara mendukung resolusi tersebut. Rancangan resolusi kini akan diajukan ke Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara.
"Kami bersatu di belakang Ukraina dan rakyatnya, meskipun ada anggota tetap Dewan Keamanan yang sembrono dan tidak bertanggung jawab menyalahgunakan kekuasaannya untuk menyerang tetangganya dan menumbangkan PBB dan sistem internasional kami," kata Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield setelah Rusia memberikan hak vetonya.
Rancangan resolusi yang diajukan ke forum DK PBB kerap gagal sebab hak veto yang dimiliki Rusia sebagai anggota tetap DK. Rusia adalah negara yang memiliki hak veto di DK PBB bersama dengan AS, China, Prancis, dan Inggris.
Pada saat pemungutan suara, terdapat tepuk tangan yang jarang terjadi di ruang DK setelah Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengheningkan cipta selama pernyataannya untuk mengingat mereka yang tewas.
"Saya tidak terkejut bahwa Rusia memilih menentang. Rusia ingin melanjutkan tindakan gaya Nazi-nya," katanya.