Jumat 04 Mar 2022 03:35 WIB

AS akan Sanksi ke India atas Pembelian Sistem Pertahanan Rusia

India membeli sistem pertahanan udara jarak jauh S-400 dari Rusia pada 2018.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Friska Yolandha
Sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia.
Foto: TASS
Sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk menerapkan sanksi terhadap India atas pembelian sistem rudal dari Rusia. Hal ini disampaikan diplomat AS Donald Lu pada Rabu (2/3/2022) waktu setempat, seperti dilansir Alarabiya, Kamis (3/3/2022).

India membeli sistem pertahanan udara jarak jauh S-400 dari Rusia pada 2018 senilai hampir 5,5 miliar dolar AS. Pembelian ini dilakukan dengan tujuan untuk melindungi diri dari serangan dari China atau Pakistan, dua saingan regional terbesarnya.

Baca Juga

Namun, pemerintah AS diwajibkan oleh undang-undang Countering America's Adversaries through Sanctions Act (CAATSA) untuk memberikan sanksi kepada negara mana pun yang memiliki transaksi signifikan dengan Rusia, Iran atau Korea Utara, termasuk pembelian perangkat keras militer.

Atas kemungkinan sanksi AS terhadap India, Lu, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Selatan dan Tengah, mengatakan kepada anggota Subkomite Hubungan Luar Negeri Senat bahwa pemerintah akan mengikuti undang-undang CAATSA.

"Pemerintah sepenuhnya menerapkan undang-undang itu dan akan berkonsultasi dengan Kongres saat kita bergerak maju dengan salah satu dari mereka," kata dia.

New Delhi telah mengalami ketegangan diplomatik selama invasi Rusia ke Ukraina. India menolak untuk mengutuk Kremlin tetapi menyerukan penghentian segera terhadap permusuhan yang terjadi.

India memiliki hubungan pertahanan yang erat dengan Amerika Serikat dan Rusia, setelah bekerja dengan kedua kekuatan tersebut sepanjang sejarahnya sebagai negara merdeka.

India juga dikenal sebagai pemimpin Gerakan Non-Blok, ketika pemerintah memutuskan tidak akan berpihak pada Amerika Serikat maupun Uni Soviet selama Perang Dingin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement