REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Otoritas Kependudukan dan Imigrasi, Kamis (17/3/2022) melaporkan 11.390 orang Ukraina telah tiba di Israel sejak invasi Rusia dimulai. Orang-orang di Ukraina mencoba melarikan diri dari negaranya.
Seperti dilansir laman Time of Israel, Kamis (17/3/2022) angka dari Israel tersebut termasuk mereka yang memenuhi syarat untuk kewarganegaraan Israel di bawah Hukum Pengembalian. Otoritas penduduk mengatakan 258 warga Ukraina ditolak masuk ke Israel.
Jumlah orang yang melarikan diri dari Ukraina sejak Rusia menginvasi pada 24 Februari telah meningkat menjadi lebih dari 3 juta. Ini menjadi krisis pengungsi dengan pertumbuhan tercepat di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Sebagian besar pengungsi Ukraina disambut baik dengan bantuan dan tempat tinggal sementara. Mereka mendapatkan akses pekerjaan di negara-negara yang berbatasan dengan Ukraina. Sementara semakin banyak yang mulai bergerak ke barat.
Beberapa kelompok hak asasi manusia dan pengungsi Arab telah membandingkan reaksi Barat dengan cara Eropa berusaha menahan pengungsi Suriah dan pengungsi lainnya pada tahun 2015 silam. Sekitar 12 juta warga Suriah telah dicabut oleh perang.
Badan pengungsi PBB, UNHCR mengatakan, bahwa pihaknya sangat prihatin dengan meningkatnya xenofobia, diskriminasi dan pengucilan terhadap pengungsi dan pencari suaka dalam beberapa tahun terakhir. UNHCR merasa krisis pengungsi Ukraina memberikan kesempatan untuk berefleksi.
"Kami menyambut penerimaan dan solidaritas yang luar biasa yang ditunjukkan kepada para pengungsi dalam beberapa hari terakhir dan berharap ini menginspirasi beberapa refleksi dan perubahan dari beberapa narasi dan kebijakan beracun yang telah kami lihat dalam sejumlah konteks," kata juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Kathryn Mahoney.
"UNHCR terus mengadvokasi akses perlindungan untuk semua orang yang mencarinya, termasuk dari Suriah, Yaman, Ethiopia, dan negara-negara dan kawasan lain, sesuai dengan kewajiban internasional negara-negara suaka untuk melindungi pengungsi," ujarnya.