Indonesia diperkirakan akan menghentikan larangan ekspor produk minyak sawit dalam beberapa pekan mendatang saat situasi pasokan di dalam negeri mulai stabil.
Sahat Sinaga dari Dewan Minyak Sawit Indonesia mengatakan keputusan Indonesia untuk melarang ekspor minyak sawit olahan sangat mengejutkan kalangan industri di dalam negeri maupun negara tujuan.
Namun dia yakin bahwa masalah pasokan minyak sawit di dalam negeri akan terselesaikan tidak lama setelah Hari Raya Idul Fitri.
Warga Muslim di seluruh dunia diperkirakan akan mengakhiri bulan Ramadan dengan merayakan Lebaran pada tanggal 2 Mei.
Presiden Joko Widodo minggu lalu mengumumkan akan membatasi ekspor minyak sawit mentah mulai tanggal 28 April sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato kemarin mengatakan larangan ekspor diperluas mencakup minyak mentah sawit dan minyak olahan.
Sebelumnya penjelasan mengenai larangan ekspor tersebut hanyalah mencakup olein sawit yang dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya.
Menurut Sahat Sinaga yang mewakili industri pengolahan sawit, target ekspor sebanyak 34 juta ton di tahun 2022 diperkirakan akan tetap terpenuhi.
Ketika ditanya mengenai tenggat waktu yang disebutkan oleh Dewan Minyak Sawit Indonesia tersebut, seorang pejabat senior Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono, mengatakan kepada kantor berita Reuters "kita semua berharap ini bisa diselesaikan dengan segera."
Kementerian Perdagangan Indonesia pada Rabu (27/04) mengatakan, kebijakan ekspor tersebut akan dikaji setiap bulan, dan Menteri Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan ekspor akan dicabut bila harga minyak goreng di dalam negeri turun ke harga Rp14.000 per liter.
Di Jakarta hari Kamis (28/04), harga minyak goreng masih dijual di harga Rp19.000 - Rp20.000 per liter.
Menurut Sahat Sinaga, usaha sebelumnya untuk menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri disebabkan karena masalah distribusi, dan bukan karena kurangnya pasokan bahan mentah minyak sawit.
Dengan keterlibatan Bulog dan BUMN lain mengurusi distribusi saat ini, ia mengatakan dampaknya akan segera terasa di pasar.
"
"Ini akan berhasil, tidak lama lagi. Setelah Lebaran, pasar akan banjir lagi," katanya.
"
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan keputusan larangan ekspor sawit diambil setelah pertimbangan yang seksama lewat pemantauan harga minyak goreng setiap hari di pasar.
"Saya berharap kita semua mengerti betapa pentingnya kebijakan tersebut dilakukan sekarang," katanya.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan mereka bekerja sama erat dengan pemerintah saat ini untuk memastikan ketersediaan pasokan minyak goreng yang terjangkau harganya.
GAPKI juga mendesak pemerintah untuk menerapkan larangan ekspor minyak mentah sawit dalam jangka panjang.
"Larangan sepenuhnya untuk melakukan ekspor CPO dan bahan olahannya, bila berkepanjangan akan memberikan dampak sangat negatif tidak saja bagi perkebunan, pengilangan dan perusahaan pengepakan, namun juga jutaan petani kecil," kata GAPKI dalam sebuah pernyataan.
Kapal tanker pembawa minyak ditangkap
Untuk menunjukkan keseriusan menjalankan kebijakan larangan ekspor tersebut, kapal Angkatan Laut Indonesia hari Kamis menahan dua tanker yang sedang membawa minyak sawit mentah dan produk lainnya berkenaan dengan ketidaklengkapan surat-surat perjalanan sehari sebelum larangan mulai diberlakukan.
Kapal MT World Progress sedang dalam perjalanan ke India dengan 34.854.3 ton bahan olein sawit, sementara MT Annabelle dalam perjalanan ke Uni Emirat Arab memawa 13.357,4 ton bahan minyak sawit mentah dan 98 barel methanol.
Menurut keterangan yang diperoleh Reuters, larangan itu menyebabkan sedikitnya 290 ribu ton minyak goreng yang sedianya akan dikirim ke India tertahan di beberapa pelabuhan dan pengilangan minyak di Indonesia.
Dukungan warga terhadap keputusan Jokowi
Hari Rabu (27/04), Presiden Joko Widodo mengatakan keputusan melakukan larangan ekspor sawit tersebut karena di dalam negeri warga perlu mendapatkan harga pangan yang memadai, dan ini yang menjadi perhatian lebih utama dibandingkan devisa ekspor.
Menurut jajak pendapat, keputusan tersebut tampaknya mendapat dukungan warga, setelah hasil jajak independen yang dilakukan antara 20 sampai 25 April mengenai kepemimpinan Jokowi sedikit melonjak sejak turun 15 poin di bulan Januari.
Seorang penjual makanan, Sandri, mengatakan dia sekarang mengalami kesusahan dengan naiknya berbagai kebutuhan pokok dan mendukung usaha Presiden Jokowi untuk menurunkan harga minyak goreng.
"
"Keadaan masih berat buat saya, karena pemerintah mengatakan harga minyak goreng di pasar sudah turun. Namun kenyataannya harganya masih tinggi, belum ada penurunan," kata Sandri.
"
Tingkat dukungan terhadap Presiden Jokowi naik 4 poin ke angka 64,1 persen dari survei yang dilakukan terhadap 1.200 orang, naik dari angka 59,9 % di pekan sebelumnya.
Angka ini masih jauh lebih rendah dari di bulan Januari yaitu 75,3 persen.
Burhanuddin Muhtadi direktor lembaga Indikator Politik Indonesia dalam jumpa pers mengatakan dua hal yang mendukung kenaikan dukungan terhadap Presiden Jokowi adalah keputusan pelarangan ekspor sawit dan penyelidikan korupsi terkait izin ekspor sawit yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung yang diumumkan pekan lalu.
"Mengapa tingkat dukungan naik karena kebijakan presiden ini sejalan dengan keinginan publik," katanya, sambil menambahkan bahwa 66 persen responden percaya bahwa larangan ekspor akan membuat pasok minyak goreng di dalam negeri meningkat.
REUTERS
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya.