REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan ia mengikuti nasihat pejabat keamanan dalam mengelola hubungan bilateral dengan Kepulauan Solomon. Pernyataan ini untuk menanggapi pemimpin negara Pasifik itu yang menuduhnya mengancam "dengan invasi".
Di hadapan parlemen pada Rabu (4/5/2022) kemarin Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare mengatakan pihak-pihak yang menolak pakta keamanan dengan China telah menghina dan mengancamnya dengan invasi. Sogavare tidak menyebutkan Amerika Serikat (AS) atau Australia.
Kedua negara itu khawatir pakta keamanan tersebut akan membuka pintu pada militer Cina di Kepulauan Solomon yang hanya berjarak 2.000 kilometer dari Australia. Washington dan Canberra mengatakan hal tersebut tidak dapat ditoleransi.
"Kami menyesalkan lemahnya kepercayaan yang terus-menerus ditunjukkan pihak-pihak yang khawatir, dan diam-diam memperingatkan akan ada intervensi militer di Kepulauan Solomon bila kepentingan nasionalnya di Kepulauan Solomon dirusak," kata Sovare, seperti dikutip dari ABC News, Kamis (5/5).
"Dengan kata lain, kami diancam dengan invasi," tambahnya.
Morisson membantah tuduhan tersebut. "Tentu saja tidak benar," katanya. Tapi Morrison menolak saran dari Partai Buruh untuk menelepon Sogavare.
"Saya bisa beritahu anda dengan jelas saya mengikuti dengan sangat hati-hati nasihat yang saya terima dari lembaga intelijen keamanan dalam bagaimana kami bertanggung jawab mengelola masalah terkait, itulah yang saya lakukan," kata Morrison.
Ia menambahkan telah mengontak Sogavare dalam beberapa bulan terakhir tapi tidak menyebutkan kapan persisnya. Ketua oposisi Anthony Albanese berjanji akan mempererat hubungan dengan Kepulauan Solomon bila Partai Buruh menang dalam pemilihan 21 Mei mendatang.
"Fakta perdana menteri belum mengangkat telepon untuk menghubungi Perdana Menteri Sogavare mengungkap banyaknya yang perlu dilakukan dalam hubungan itu," kata Albanese.
"Pemerintah telah menjatuhkan bola di Pasifik sekarang," tambahnya