Ahad 08 May 2022 10:50 WIB

Pimpinan Al Qaeda Salahkan Amerika Atas Invasi ke Ukraina

Kelemahan AS adalah alasan Ukraina menjadi "mangsa" untuk invasi Rusia

Rep: Alkhaledi kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Ayman al-Zawahri
Foto: AP/Al Jazeera
Ayman al-Zawahri

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahri muncul dalam sebuah video yang direkam sebelumnya untuk menandai peringatan 11 tahun kematian pendahulunya Osama bin Laden. Menariknya, dalam video tersebut dijelaskan juga bahwa kelemahan AS adalah alasan mengapa sekutunya Ukraina menjadi "mangsa" untuk invasi Rusia.

Dalam pidato 27 menit yang dirilis di sebuah situs pada Jumat (6/5/2022), pemimpin Al Qaeda muncul duduk di meja dengan buku dan pistol. Ia kemudian mendesak persatuan Muslim dan menjelaskan bahwa AS berada dalam keadaan lemah karena perang di Irak dan Afghanistan yang diluncurkan setelah kejadian 9/11.  

“Di sini (AS) setelah kekalahannya di Irak dan Afghanistan, setelah bencana ekonomi yang disebabkan oleh invasi 9/11, setelah pandemi Corona, dan setelah meninggalkan sekutunya Ukraina sebagai mangsa Rusia,” katanya dilansir dari Al Arabiya, Sabtu (7/5/2022).

Bin Laden tewas dalam serangan 2011 oleh pasukan AS di tempat persembunyiannya di Pakistan. Keberadaan Al-Zawahri tidak diketahui.  Dia dicari oleh FBI dan ada hadiah Rp 362 miliar untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.

Baru-baru ini, surat kabar Amerika Serikat (AS), New York Times melaporkan bahwa Amerika memberikan bantuan intelijen pada Ukraina sehingga pasukannya dapat menumbangkan banyak Jenderal Rusia.

Dalam laporan yang dimuat pada edisi Rabu (4/5/2022) itu New York Times mengutip pejabat pemerintah AS yang tidak disebutkan namanya. Washington memberikan Ukraina detail pergerakan, lokasi dan detail lain mengenai markas militer mobil Rusia.

Di laporan itu New York Times menambahkan Ukraina juga menggabungkan intelijen AS dengan intelijen mereka sendiri sebagai bahan untuk menggelar serangan artileri dan serangan lain yang menewaskan perwira tinggi Rusia. Namun Pentagon dan Gedung Putih belum menanggapi permintaan komentar mengenai laporan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement