REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Jajak pendapat menunjukkan ketatnya persaingan dalam pemilihan umum Australia. Tiga hari sebelum rakyat memberikan hak suara mereka koalisi sayap konservatif yang berkuasa mempersempit jarak dengan oposisi utama mereka, Partai Buruh.
Jajak pendapat yang digelar Sydney Morning Herald menunjukkan Partai Buruh unggul tipis dari koalisi Liberal-Nasional dengan angka 51 dan 49 persen. Lebih tipis dari dua pekan lalu yang sekitar 54 dan 46 persen.
Sementara jajak pendapat Guardian mengindikasi dukungan pada koalisi sekitar 48 persen. Perdana Menteri Scott Morrison menggambarkan tren jajak pendapat yang baru "benar-benar memberi semangat."
Negeri Kanguru mencatat hingga Rabu (18/5/2023) sudah hampir 6 juta dari 17 juta hak suara sudah diberikan melalui pos atau pemberian suara lebih awal. Sekitar 1,1 juta suara melalui pos lebih banyak dibanding pemilihan 2019 lalu.
"Bila tingkat pemberian suara melalui pos ini setinggi ini maka malam pemilihan (waktu tambahan untuk penghitungan suara) untuk menentukan siapa yang membentuk pemerintahan tidak perlu," kata Komisioner Pemilihan Umum Australia Tom Rogers.
Pemilik hak suara Australia akan memberikan hak suara di tempat pemungutan suara pada 21 Mei mendatang. Tingginya biaya hidup mendominasi hari-hari terakhir masa kampanye.
Inflasi naik dua kali lipat dari kenaikan upah, menekan pendapatan rill Australia dan menimbulkan kemarahan para pemilihan. Sementara partai politik menunggu data kuartal pertama. Partai Buruh mengakui pemilihan akan berlangsung ketat.
"Kami kami bekerja keras sampai tempat pemungutan suara ditutup," kata anggota parlemen Jim Chalmers.