REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat (AS) Anatoly Antonov mengatakan, krisis pangan yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir telah diperburuk akibat sanksi Washington dan sekutunya terhadap Rusia. Sanksi Barat tersebut terkait dengan agresi Moskow ke Ukraina.
“Krisis (pangan) semakin diperburuk karena pengenalan sanksi tidak sah oleh Washington dan negara pengikutnya terhadap Rusia. Terlepas dari referensi pejabat-pejabat AS terkait pengecualian dari pembatasan (akibat sanksi), yang diduga memberikan kesempatan bagi negara kami untuk menjual produk pertanian, eksportir dalam negeri seringkali tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pengiriman,” kata Antonov dalam sebuah pernyataan yang dirilis Kedutaan Besar Rusia di Washington, Jumat (27/5), dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.
Menurut dia, para eksportir Rusia, termasuk di bidang pertanian, menghadapi pemblokiran pembayaran, penolakan pinjaman dan asuransi. Eksportir juga dipersulit saat hendak melakukan pemesanan kapal barang. Rusia pun menghadapi kesulitan untuk membeli peralatan pertanian, bahkan benih.
“Selain itu, AS terus menaikkan pajak impor atas pupuk kami,” ucap Antonov.
Ia mengungkapkan, akibat kendala dan hambatan-hambatan tadi, biaya pengiriman komoditas naik hampir dua kali lipat. “Tentu saja, semua ini tidak bisa tidak gagal, tapi mengarah pada peningkatan tajam harga pangan. Harga gandum meningkat seperempat dari tahun 2021,” katanya.
Antonov meminta agar memburuknya krisis pangan tidak disalahkan pada pihak Rusia. “Rusia berkomitmen pada kewajiban ekspornya dan siap bernegosiasi untuk menyelesaikan masalah paling serius ini, termasuk melalui PBB,” ujarnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengatakan, negaranya siap memberikan kontribusi signifikan untuk mencegah krisis pangan global. Namun hal itu bakal dilakukan jika Barat mencabut sanksi terhadap Moskow terkait agresinya ke Ukraina.
“Vladimir Putin menekankan bahwa Federasi Rusia siap memberikan kontribusi signifikan untuk mengatasi krisis pangan melalui ekspor biji-bijian dan pupuk, dengan tunduk pada pencabutan pembatasan bermotif politik oleh Barat,” kata Kremlin setelah Putin melakukan percakapan via telepon dengan Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Kamis (26/5/2022), dilaporkan TASS.
Dalam perbincangan dengan Draghi, Putin menolak tuduhan tak berdasar yang menyebut Rusia harus disalahkan atas masalah pasokan makanan di pasar global. Ukraina dan Rusia adalah pemain besar dalam produksi pangan dunia.
Menurut PBB, keduanya mewakili 53 persen perdagangan global minyak bunga matahari dan biji-bijian, serta 27 persen gandum. Di Afrika, 25 negara mengimpor lebih dari sepertiga gandum mereka dari Ukraina dan Rusia.
Selain itu, Rusia dan Ukraina mengekspor 28 persen pupuk yang terbuat dari nitrogen dan fosfor, serta kalium. Konflik telah menghambat Ukraina melakukan pengiriman pasokan ke luar negeri. Sementara sanksi Barat telah mencegat Rusia mengekspor komoditas-komoditasnya.
Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung sejak 24 Februari lalu. Meski sudah melangsungkan beberapa putaran negosiasi, kedua negara tersebut belum bisa menyepakati perjanjian penuntasan konflik.