REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah rumor dan spekulasi yang menyebut kondisi kesehatan Presiden Rusia Vladimir Putin sedang memburuk, termasuk menghadapi kanker. Sebelumnya Putin pun sempat dikabarkan menderita parkinson akut.
“Saya tidak berpikir bahwa orang waras dapat melihat pada orang ini (Putin) tanda-tanda semacam penyakit,” kata Lavrov saat diwawancara stasiun televisi Prancis, TF1, Ahad (29/5/2022), dikutip The Moscow Times.
Dia mengungkapkan, Putin masih tampil di muka publik setiap hari. "Anda dapat melihatnya di layar, membaca dan mendengarkan pidatonya. Saya menyerahkannya kepada hati nurani mereka yang menyebarkan desas-desus seperti itu," ucapnya.
Dilaporkan laman BBC, beberapa media sempat mengutip informasi yang bersumber dari intelijen Inggris. Sumber itu mengatakan bahwa Putin mengalami sakit parah pekan lalu. Kabar demikian telah muncul secara berkala selama bertahun-tahun. Belum lama ini, Putin pun sempat dikabarkan menderita parkinson akut.
Kabar sakitnya Putin muncul saat Rusia masih melanjutkan agresinya ke Ukraina. Saat ini Moskow sedang memfokuskan pertempurannya di Donbas, sabuk pertambangan yang terdiri dari wilayah Luhansk dan Donetsk. Pasukan Rusia sudah menguasai sebagian besar Luhansk. Jika kemajuan terus diraih Rusia, Ukraina telah menyatakan akan menarik pasukannya dari wilayah tersebut.
Pekan lalu Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan, negara-negara Barat tidak akan merasa aman jika Rusia berhasil memenangkan pertempuran di Ukraina. Dia kembali menyerukan sekutu untuk membantu Kiev.
“Kita harus memastikan Ukraina memenangkan perjuangan besar untuk kebebasan ini,” kata Truss dalam pidatonya saat mengunjungi Praha, Republik Ceko, Jumat (27/5/2022), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Dia mengatakan, aksi Rusia di Ukraina tidak hanya berdampak pada rakyat di negara tersebut, tapi juga kebebasan, kedaulatan, dan supremasi hukum di negara-negara Barat. “Jika dia (Presiden Rusia Vladimir Putin) berhasil di Ukraina, kita tidak akan pernah merasa aman lagi,” ucap Truss.
Truss menilai, dalam menghadapi situasi di Ukraina saat ini, pelunakan bukanlah solusi. “Kita harus merespons dengan kekuatan. Peredaan tidak bisa menjadi jawaban,” ujarnya.