Jumat 03 Jun 2022 11:03 WIB

Desak Pengendalian Senjata, Biden: Ya Tuhan, Berapa Banyak Pembantaian Lagi?

Desak untuk mengendalikan senjata selalu ditolak Partai Republik di kongres

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Presiden Joe Biden dan ibu negara Jill Biden mengunjungi tugu peringatan di Sekolah Dasar Robb untuk memberikan penghormatan kepada para korban penembakan massal, Minggu, 29 Mei 2022, di Uvalde, Texas.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden Joe Biden dan ibu negara Jill Biden mengunjungi tugu peringatan di Sekolah Dasar Robb untuk memberikan penghormatan kepada para korban penembakan massal, Minggu, 29 Mei 2022, di Uvalde, Texas.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak Kongres untuk melarang senjata serbu, memperluas pemeriksaan latar belakang dan mengimplementasikan kebijakan pengendalian senjata api yang lebih masuk akal. Ia menyinggung serangkaian penembakan massal yang terjadi di AS.

Dalam pidatonya di Gedung Putih yang disiarkan langsung di televisi, Biden bertanya pada negara yang baru saja dilanda penembakan massal di sekolah dasar di Texas, rumah sakit di Oklahoma dan toko swalayan di New York, berapa banyak lagi untuk mengubah undang-undang senjata api di Amerika.

Baca Juga

"Ya Tuhan, berapa banyak pembantaian lagi kami bersedia untuk terima," tanya Biden, Kamis (2/6).

Presiden dari Partai Demokrat itu mendesak sejumlah langkah yang selalu ditolak Partai Republik di Kongres seperti melarang penjualan senjata serbu atau bila itu tidak mungkin dilakukan menaikan usai minimal untuk dapat membeli senjata dari 18 ke 21. Ia juga mendesak agar perlindungan pada perusahaan senjata dari gugatan hukum atas penembakan massal dicabut.

"Kami tidak bisa mengecewakan rakyat Amerika lagi," kata Biden menekan Partai Republik agar rancangan undang-undang kebijakan pengendalian senjata api masuk ke pemungutan suara.

Angka kematian akibat senjata api Amerika tertinggi di antara negara-negara maju. Baru-baru ini AS diguncang serangkaian penembakan massal yang menewaskan 10 orang di New York, 19 anak-anak di Texas dan empat orang di rumah sakit di Oklahoma.

Anggota parlemen mencari kebijakan untuk memperluas pemeriksaan latar belakang dan meloloskan undang-undang "red flag" yang akan mengizinkan pihak berwenang mengambil senjata api dari warga yang memiliki masalah kesehatan jiwa. Namun setiap langkah untuk melakukan dihalangi Partai Republik terutama di Senat.

Upaya untuk melarang senjata serbu tidak cukup dukungan untuk menjadikannya legislasi. Meski banyak rintangan politik, Biden mendesak Kongres untuk bertindak.

"Setelah Columbine, setelah Sandy Hook, setelah Charleston, setelah Orlando, setelah Las Vegas, setelah Parkland, tidak ada yang dilakukan," kata Biden, yang menyebutkan penembakan massal profil tinggi selama dekade terakhir.

"Kali ini hal itu tidak boleh terjadi,"tambahnya.

Pendukung kebijakan pengendalian senjata api mendesak Biden untuk mengambil langkah untuk mengatasi kekerasan senjata api. Tapi Gedung Putih ingin Kongres meloloskan undang-undang yang dampaknya lebih lama dibandingkan perintah presiden.

Komite House of Representative AS sedang mengerjakan rancangan undang-undang yang memperketat undang-undang senjata api. Walaupun kecil kemungkinan legislasi itu akan diloloskan Senat.

Pidato Biden bertujuan agar masalah ini tetap menjadi isu yang menjadi dasar pemilih. Presiden AS itu tidak banyak melakukan pidato sore selama masa jabatannya di Gedung Putih hanya satu kali mengenai pandemi Covid-19 pada 2021 lalu dan satu tentang penembakan di Texas pekan lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement