Rabu 08 Jun 2022 20:20 WIB

Partai Berkuasa India Minta Anggotanya Hati-Hati Bicara Agama

Penistaan terhadap Nabi Muhammad menuai protes dari negara-negara muslim.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Muslim India meneriakkan slogan-slogan saat mereka bereaksi terhadap referensi menghina Islam dan Nabi Muhammad yang dibuat oleh pejabat tinggi di partai nasionalis Hindu yang memerintah selama protes di Mumbai, India, Senin, 6 Juni 2022. Sedikitnya lima negara Arab telah mengajukan tuntutan resmi. protes terhadap India, dan Pakistan dan Afghanistan juga bereaksi keras pada hari Senin terhadap komentar yang dibuat oleh dua juru bicara terkemuka dari Partai Bharatiya Janata pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi.
Foto:

Selama pemerintahan Modi tekanan terhadap muslim India semakin keras mereka mulai dilarang mengenakan hijab di luar kelas. Terdapat bentrokan Hindu-Islam setelah kerusuhan mematikan pada 2019 dan 2020.

Walaupun BJP membantah adanya peningkatkan ketegangan komunal selama rezim Modi. Tapi partai penguasa memperkuat kelompok-kelompok Hindu garis keras dalam beberapa tahun terakhir dengan alasan membela keyakinan mereka sendiri. Sehingga sentimen anti-Islam meningkat tajam.

Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengenai kebebasan beragama di seluruh dunia disebutkan sepanjang 2021 kekerasan terhadap anggota masyarakat minoritas termasuk penyerangan, pembunuhan dan intimidasi terjadi di India.

Pada Senin (6/6/2022) Kementerian Luar Negeri India mengatakan pernyataan dan cicitan yang menghina tidak mencerminkan pandangan pemerintah India.

"Kami tidak dilarang berbicara mengenai isu-isu agama yang sensitif, tapi kami tidak boleh menghina prinsip dasar agama apa pun," kata juru bicara BJP Gopal Krishna Agarwal.

Beberapa tahun terakhir Modi meningkatkan hubungan dengan negara-negara mayoritas Islam yang kaya sumber daya energi sebagai sumber impor bahan bakar utama India. Tapi menurut para pakar pernyataan anti-Islam dua anggota BJP akan menekan hubungan tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement