REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mendesak junta militer Myanmar untuk mempertimbangkan kembali hukuman mati terhadap empat lawan politiknya. Permintaan ini disampaikan melalui surat kepada penguasa Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada Sabtu (11/6/2022).
"Dengan keprihatinan yang mendalam dan keinginan yang tulus untuk membantu Myanmar mencapai perdamaian dan rekonsiliasi nasional, saya ingin dengan sungguh-sungguh meminta Anda dan Dewan Administrasi Negara (SAC) untuk mempertimbangkan kembali hukuman dan menahan diri untuk tidak melaksanakan hukuman mati yang diberikan kepada individu anti-SAC," kata Hun Sen.
Surat Hun Sen menambah ungkapan keprihatinan dan protes di seluruh dunia atas rencana eksekusi empat pria yang terlibat dalam perjuangan melawan kekuasaan militer. Salinan surat itu diterima dari Kementerian Luar Negeri Kamboja.
Surat itu tidak biasa karena pemerintah Asia Tenggara jarang mengeluarkan pernyataan yang bisa dianggap kritis terhadap urusan internal satu sama lain. Sementara itu, Hun Sen juga memiliki reputasi sebagai pemimpin yang rela menggunakan cara otoriter untuk tetap berkuasa selama 37 tahun. Namun, Konstitusi Kamboja pada 1989 telah menghapuskan hukuman mati.