REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Zhao Lijian meminta tragedi pembunuhan mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe tidak dikaitkan dengan hubungan China dan Jepang. "Insiden tak terduga ini seharusnya tidak dikaitkan dengan hubungan China-Jepang," katanya di Beijing, Jumat (8/7/2022).
Ia menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan wartawan bahwa beberapa warganet China mengomentari penembakan terhadap Abe itu yang dikaitkan dengan kesalahannya dalam mengelola relasi Jepang dengan China.
"Saya tidak akan menanggapi komentar yang diunggah secara daring," kata Zhao dalam pengarahan pers rutin itu.
Justru menurut dia, Abe berkontribusi positif dalam meningkatkan hubungan China dengan Jepang. "Kami sangat berduka dan menyampaikan simpati kepada keluarga mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe," ucapnya.
Abe yang melepaskan jabatan PM Jepang pada 2020 ditembak saat berkampanye untuk pemilihan parlemen di Kota Nara, Jepang, pada Jumat. Akibat tembakan tersebut Abe tersungkur dan tak sadarkan hingga dilarikan ke rumah sakit.
Setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama beberapa jam, Abe akhirnya menghembuskan napas terakhirnya dalam usia yang ke-67 tahun. Meskipun sudah tidak lagi menjabat PM, Abe sering kali menyuarakan dukungannya terhadap Taiwan yang membuat China berang.
"Situasi darurat seperti apa pun di Taiwan akan berarti situasi darurat juga bagi Tokyo," kata Abe.
Presiden Taiwan Tsai Ing Wen merasa berduka atas peristiwa pembunuhan Abe itu. "Tidak hanya komunitas internasional yang merasa kehilangan pemimpin penting, melainkan juga Taiwan kehilangan seorang sahabat dekat dan penting," kata presiden perempuan itu.