Jumat 05 Aug 2022 11:50 WIB

Israel Perintahkan Pembongkaran Sekolah dan Rumah di Masafer Yatta

Israel perintahkan pembongkaran untuk sebuah sekolah dan rumah di Masafer Yatta.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pengunjuk rasa Palestina menghadapi pasukan keamanan Israel selama rapat umum menentang penggusuran lebih dari seribu warga Palestina di desa Yatta, Tepi Barat, 17 Juni 2022. Mahkamah Agung Israel menolak pada 7 Mei sebuah petisi menentang pengusiran warga Palestina dari Masafer Yatta, selatan Hebron.
Foto:

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa mengutuk putusan pengadilan, dan mendesak Israel untuk menghentikan pembongkaran serta penggusuran warga Palestina. "Pembentukan zona tembak tidak dapat dianggap sebagai 'alasan militer penting' untuk memindahkan penduduk yang berada di bawah pendudukan," kata juru bicara Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.

Dalam transkrip pertemuan menteri pada 1981 terkait pemukiman yang ditemukan oleh peneliti Israel, Menteri Pertanian Ariel Sharon saat itu, menyarankan militer Israel memperluas zona pelatihan di South Hebron Hills untuk merampas tanah penduduk Palestina. Sharon menambahkan, terjadi penyebaran penduduk desa Arab dari perbukitan menuju padang pasir

 “Kami ingin menawarkan lebih banyak zona pelatihan kepada Anda,” kata Sharon.

Militer Israel mengatakan kepada Reuters bahwa, daerah itu dinyatakan sebagai zona tembak untuk berbagai pertimbangan operasional yang relevan. Menurutnya, warga Palestina melanggar perintah penutupan dengan membangun tanpa izin selama bertahun-tahun.

Menurut PBB, pihak berwenang Israel menolak sebagian besar aplikasi Palestina untuk izin bangunan di Area C. Area ini adalah petak tanah yang membentuk dua pertiga dari Tepi Barat, dan berada di bawah kendali Israel. Sebagian besar pemukiman Yahudi juga berada di Area C.  

Data PBB juga menunjukkan bahwa Israel telah menandai hampir 30 persen Area C sebagai zona tembak militer.  Penunjukan tersebut telah menempatkan 38 komunitas Palestina yang paling rentan pada peningkatan risiko pemindahan paksa.

Sementara, pembangunan pemukiman Yahudi di daerah tersebut terus berkembang. Hal ini semakin membatasi pergerakan warga Palestina dan ruang yang tersedia bagi penduduk untuk bertani dan menggembalakan domba serta kambing mereka.

“Semua zaitun ini adalah milikku,” kata Mahmoud Ali Najajreh dari dusun al-Markez yang terancam digusur.

Sebanyak 3.500 pohon zaitun yang ditanam oleh Ali Najajreh dua tahun lalu mulai bertunas. "Kami akan menunggu debu mengendap, lalu membangun lagi. Lebih baik kita mati daripada pergi dari sini," kata Najajreh kepada Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement