REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) memperingati Hari Pembebasan ke-77, yakni lepasnya Korea dari penjajahan Jepang. Setelah hampir delapan dekade berlalu, Negeri Ginseng berkomitmen meningkatkan hubungan dengan Negeri Sakura.
"Di masa lalu, kami harus melepaskan diri dari kontrol politik yang dipaksakan kepada kami oleh kekaisaran Jepang, sehingga kami bisa mendapatkan kembali dan mempertahankan kebebasan kami. Hari ini, Jepang adalah mitra kami saat kami menghadapi ancaman bersama yang menentang kebebasan warga dunia," kata Presiden Korsel Yoon Suk-yeol, Senin (15/8/2022), dilaporkan laman kantor berita Korsel, Yonhap.
Yoon mengatakan, Jepang dan Korsel harus berkontribusi pada perdamaian serta kemakmuran di komunitas internasional. Caranya dengan bekerja sama di bidang ekonomi, keamanan, sosial dan budaya berdasarkan prinsip saling menghormati.
"Ketika hubungan Korea-Jepang bergerak menuju masa depan bersama dan ketika misi zaman kita selaras, berdasarkan nilai-nilai universal kita bersama, itu juga akan membantu kita memecahkan masalah historis yang ada di antara kedua negara kita," ucap Yoon.
“Kita harus cepat dan tepat meningkatkan hubungan Korea-Jepang dengan menjunjung tinggi semangat Deklarasi Kim Dae-jung-Obuchi yang mengusulkan cetak biru masa depan yang komprehensif untuk hubungan Korea-Jepang,” tambah Yoon, merujuk pada deklarasi bersama 1998 yang disebut untuk mengatasi pertikaian sejarah dan membangun hubungan baru.
Korea berada di bawah kolonial Jepang pada 1910-1945. Saat ini, kedua negara masih terlibat dalam sejumlah perselisihan sejarah. Korsel sedang menjalani proses apakah akan melikuidasi aset bisnis Jepang yang berada di negaranya. Proses likuidasi itu bertujuan memberikan kompensasi kepada warga Korea yang menjadi korban kerja paksa pada masa perang Jepang.