REPUBLIKA.CO.ID, PRAHA -- Menteri-menteri Luar Negeri Uni Eropa memutuskan untuk membuat warga Rusia membayar lebih mahal dan menunggu lebih lama untuk mendapatkan visa agar dapat berkunjung ke blok tersebut. Tapi tidak menyepakati larangan visa yang diusulkan Ukraina dan sejumlah negara anggotanya.
Uni Eropa terlalu terpecah untuk menyepakati larangan visa tersebut. Selain itu belum jelas apakah langkah sepihak Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia dan Finlandia yang berbatasan dengan Rusia dapat membatasi akses warga Rusia ke Uni Eropa.
Kelima negara itu menyambut penangguhan kesepakatan fasilitasi visa Rusia sebagai langkah yang tepat tapi empat di antaranya menekankan perlunya tindakan lebih untuk membatasi dengan "drastis" jumlah visa yang dikeluarkan dan kunjungan warga Rusia ke Uni Eropa. Sejak Moskow menginvasi Ukraina pada Februari lalu.
"Sampai langkah itu diberlakukan di tingkat Uni Eropa kami akan mempertimbangkan memperkenalkan langkah sementara di tingkat nasional untuk larangan visa atau membatasi warga Rusia yang memiliki visa Uni Eropa menyeberang, untuk mengatasi masalah keamanan publik," kata Latvia, Lithuania, Estonia, dan Polandia dalam pernyataan gabungan, Kamis (31/8/2022).
Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky mengatakan Komisi Eropa perlu untuk melihat lebih lanjut. Termasuk 12 juta visa Schengen untuk warga Rusia, Schengen merupakan zona perbatasan terbuka 26 negara di Eropa.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menegaskan penangguhan kesepakatan fasilitasi visa sudah cukup berdampak.
"Ini akan mengurangi dengan drastis jumlah visa baru yang dikeluarkan oleh negara anggota Uni Eropa, ini akan jauh lebih sulit, ini akan lebih lama," katanya dalam konferensi pers di akhir pertemuan dua hari Menteri Luar Negeri negara anggota Uni Eropa di Praha.
Borrell mengatakan meningkatnya jumlah penyeberangan warga Rusia ke negara-negara tetangganya sejak pertengahan Juli lalu membuat penangguhan kesepakatan fasilitasi visa diperlukan.