REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Banjir besar di Pakistan telah menewaskan hampir 1.500 jiwa sejak Juni. Pemerintah saat ini tengah meningkatkan upaya bantuan bagi jutaan penduduk terdampak bencana.
"Jumlah korban tewas mencapai 1.486 jiwa, sekitar 530 jiwa di antaranya adalah anak-anak," kata Otoritas Penanggulangan Bencana Nasional pada Kamis (15/9/2022). Banjir yang dibawa oleh rekor hujan monsun dan pencairan gletser telah berimbas pada 33 juta dari 220 juta populasi negaranya.
Banjir telah merusak rumah, transportasi publik, tanaman hingga ternak dengan perkiraan kerugian mencapai 30 miliar dolar AS. Selama beberapa pekan terakhir, pihak berwenang telah memasang tanggul untuk menjaga air banjir tidak mengalir melewati bangunan utama seperti pembangkit listrik dan juga rumah.
Sementara para petani kini menghadapi ancaman baru karena pakan ternak mulai habis. Penyakit seperti demam berdarah hingga malaria juga mengintai para pengungsi banjir di sejumlah provinsinya.
Pemerintah dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyalahkan perubahan iklim atas curah hujan yang melonjak di negara Asia tersebut. Suhu musim panas yang memecahkan rekor telah mendorong ribuan orang dari rumah mereka untuk tinggal di tenda atau di sepanjang jalan raya di tempat terbuka di sebagian besar Pakistan.
Pakistan menerima 391 mm (15,4 inci) hujan, atau hampir 190 persen lebih banyak dari rata-rata 30 tahun, pada bulan Juli dan Agustus. Angka itu naik menjadi 466 persen untuk salah satu daerah yang terkena dampak terburuk, provinsi selatan Sindh.
Penerbangan bantuan dari Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat tiba di negara itu pada Kamis. Sementara PBB dilaporkan tengah menilai kebutuhan rekonstruksi.