REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Seorang pria membakar dirinya dekat kantor perdana menteri Jepang. Media setempat melaporkan tampaknya aksi ini merupakan bentuk protes dari keputusan pemerintah menggelar pemakaman kenegaraan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Pria yang mengalami luka bakar di seluruh tubuhnya itu dibawa ke rumah sakit. Sementara petugas polisi yang berusaha memadamkan api juga terluka.
Media melaporkan pria yang 70-an tahun itu tidak sadarkan diri ketika ditemukan tapi kemudian memberitahu polisi ia menyiram dirinya sendiri dengan bensin. Polisi menemukan surat tentang pemakaman kenegaraan Abe dan tertulis "saya sangat menentangnya."
Polisi menolak untuk mengkonfirmasi peristiwa yang terjadi di hari ke ulang tahun Abe ke-68.
"Saya mendengar polisi menemukan pria yang mengalami luka bakar dekat kantor pemerintah, dan saya mengetahui polisi sedang menyelidikinya," kata kepala sekretaris kabinet Hirokazu Matsuno di konferensi pers, Rabu (21/9/2022).
Abe yang merupakan perdana menteri terlama Jepang mengundurkan diri atas alasan kesehatan pada 2020 lalu. Ia ditembak hingga tewas pada 8 Juli lalu saat berkampanye.
Pemerintah menggelar pemakaman kenegaraan untuknya pada 27 September mendatang sebanyak 6.000 orang dari dalam dan luar negeri akan datang. Tapi penolakan terhadap pemakaman kenegaraan itu semakin kencang.
Terutama setelah pembunuhan Abe mengungkapkan hubungan antara parta berkuasa Liberal Democratic Party (LDP) dengan Gereja Unifikasi yang kontroversial. Pelaku pembunuhan Abe mengatakan gereja itu membuat bankrut ibunya dan ia menyalahkan Abe yang mempromosikan gereja itu.
Gereja Unifikasi yang didirikan di Korea Selatan pada tahun 1950-an itu telah menjadi masalah bagi Perdana Menteri Fumio Kishida dan LDP. Bulan ini LDP mengatakan jajak pendapat menemukan hampir setengah anggota parlemen dari partai itu pernah berinteraksi dengan Gereja Unifikasi.
Dukungan pada pemakaman kenegaraan cukup tinggi tidak lama setelah Abe meninggal. Tapi opini publik sudah berubah.
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan mayoritas masyarakat Jepang menolak pemakaman kenegaraan tersebut. Penolakan ini juga menekan angka dukungan pada pemerintahan Kishida.
Jajak pendapat Mainichi Daily akhir pekan kemarin menunjukkan dukungan pada pemerintah hanya 29 persen, turun enam poin dari akhir Agustus lalu. Pengamat menilai angka ini akan menyulitkan perdana menteri memiliki dukungan yang cukup untuk menggelar agendanya.
Mainichi mengatakan dukungan pada LDP turun 6 poin menjadi 23 persen. Kishida masih mempertahankan keputusannya tapi sebagian besar pemilih tidak mengubah penolakan mereka terutama mahalnya biaya pemakaman itu di tengah krisis ekonomi yang dialami masyarakat biasa.
Perkiraan terakhir pemerintah pemakaman itu akan memakan biaya sekitar 1,65 miliar yen atau 12 juta dolar AS, termasuk biaya keamanan dan penerimaan tamu.
Pada tahun 2014 lalu dua orang pria membakar dirinya dalam dua peristiwa yang terpisah sebagai bentuk protes semakin menjauhnya Jepang dari sikap pasifisme pasca-perang selama pemerintah Abe. Satu orang meninggal dunia.