Senin 24 Oct 2022 00:25 WIB

Menteri Singapura Tantang Debat Miliarder Inggris soal Hukuman Mati Kasus Narkoba

Singapura menghukum mati pengedar narkoba asal Malaysia.

Rep: Febryan A/ Red: Nidia Zuraya
Wisatawan selfie di dekat patung Singa, Singapura (Ilustrasi). Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K Shanmugam, menantang miliarder Inggris Richard Branson berdebat dan disiarkan di televisi terkait kebijakan narkotika dan hukuman mati di Negeri Singa itu.
Foto: Dailymail
Wisatawan selfie di dekat patung Singa, Singapura (Ilustrasi). Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K Shanmugam, menantang miliarder Inggris Richard Branson berdebat dan disiarkan di televisi terkait kebijakan narkotika dan hukuman mati di Negeri Singa itu.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K Shanmugam, menantang miliarder Inggris Richard Branson berdebat dan disiarkan di televisi terkait kebijakan narkotika dan hukuman mati di Negeri Singa itu. Tantangan itu dilontarkan usai Branson mengkritik keputusan Singapura menghukum mati pengedar narkoba asal Malaysia.

Kementerian Dalam Negeri dan Hukum Singapura dalam pernyataan resminya pada Sabtu (22/10/2022) mengatakan, Pemerintah Singapura akan menanggung biaya penerbangan dan akomodasi Branson selama hadir untuk berdebat dengan Shanmugam.

Baca Juga

"Tuan Branson dapat menggunakan platform ini untuk menunjukkan kepada warga Singapura kesalahan cara kami dan mengapa Singapura harus menghapus undang-undang yang telah menjaga populasi kami aman dari momok global penyalahgunaan narkoba," kata kementerian itu dalam pernyataanya, sebagaimana dikutip dari Bloomberg, Ahad (23/10/2022).

Dalam pernyataannya, pihak kementerian juga membela kebijakan narkoba Pemerintah Singapura. Kementerian menyatakan bahwa hukuman mati terhadap pengedar narkoba bertujuan untuk melindungi Singapura dan penduduknya dari bahaya zat adiktif itu. Undang-undang tentang narkotika yang ketat disertai penegakannya yang jelas, terbukti berhasil mengurangi jumlah narkoba yang masuk ke negara-kota itu secara signifikan, yang akhirnya membuat jumlah pecandu berkurang.

Kementerian itu juga menyebut Branson berhak atas pendapatnya yang mengkritik kebijakan narkotika Singapura. Kementerian juga menduga bahwa pendapat Branson itu mungkin dianut secara luas di Inggris.

"Tetapi kami tidak menerima bahwa Branson atau orang lain di Barat berhak memaksakan nilai-nilai mereka pada masyarakat lain. Kami juga tidak percaya bahwa negara yang melakukan dua perang di China pada abad ke-19 untuk memaksa China menerima impor opium memiliki hak moral untuk menceramahi orang Asia tentang narkoba," kata kementerian itu.

Sebelumnya pada 10 Oktober, Branson mempublikasikan tulisannya berjudul 'World Day Against the Death Penalty: What’s the matter with Singapore?'. Dalam artikel itu, Branson menyebut "Singapura masih berada di sisi sejarah yang salah" karena terus menggunakan hukuman mati, terutama dalam kasus narkotika.

Branson lantas menyoroti eksekusi terpidana pengedar narkoba asal Malaysia, Nagaenthran K. Dharmalingam, pada tahun ini. Nagaenthran digantung setelah dinyatakan bersalah karena menyelundupkan sekitar 43 gram heroin ke Singapura pada tahun 2009.

Eksekusi itu dikritik oleh dunia internasional karena kekhawatiran tentang kapasitas mental Nagaenthran. Adapun Branson menghubungkan eksekusi tersebut dengan komitmen Singapura melindungi para disabilitas. Kementerian Dalam Negeri dan Hukum Singapura membantah pernyataan Branson dan menyebut bahwa Nagaenthran "tidak cacat intelektual".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement