REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Tragedi berdesakan pada malam perayaan Halloween di Itaewon menimbulkan kecemasan bagi penumpang KRL atau subway. Pada satu waktu, penumpang subway terkadang membludak di stasiun-stasiun tertentu terutama di ibu kota Seoul.
Seorang pekerja kantoran berusia 30 tahun bermarga Lee merasakan sesak napas karena kepadatan yang terjadi di stasiun maupun di dalam subway. Ia melakukan perjalanan di Seoul Metro Line 9 pada jam kerja dari Stasiun Dangsan ke Stasiun Sinnonhyeon.
"Saya tidak bisa bernapas. Ini bukan pertama kalinya saya merasa seperti tercekik selama perjalanan kereta bawah tanah pagi saya, tapi itu sangat serius, seperti serangan panik," katanya seperti dikutip lama Korea Times, Rabu (2/11/2022).
Keadaan berdesakan di dalam kereta juga menjadi kekhawatiran orang-orang akan sesak napas. Lee kemudian tidak bisa berhenti membayangkan seperti apa jadinya selama lonjakan massa yang mematikan pada malam tragedi Itaewon.
"Meskipun saya tidak ada di sana malam itu, saya merasakan sesuatu yang mengerikan seperti itu bisa terjadi di kereta bawah tanah juga," katanya.
Pada Sabtu (29/10/2022) malam waktu Korea, tragedi Itaewon dimulai ketika hampir seratus ribu orang berkumpul untuk merayakan malam perayaan Halloween pertama sejak pandemi. Orang-orang berdesakan di gang sempit yang menimbulkan 156 kematian, dan 151 luka-luka.
Kecelakaan kerumunan paling mematikan dalam sejarah negara itu tampaknya mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Orang Korea yang telah terbiasa dengan kepadatan kota dan kepadatan di jalan-jalan, sekarang tiba-tiba menyadari betapa berbahayanya kondisi ini.
Menurut data 2021 dari Seoul Metro, kepadatan rata-rata pada jam sibuk pagi hari antara stasiun Noryangjin dan Dongjak di Jalur 9. Itu adalah salah satu daerah yang paling padat diukur sebesar 185 persen. Jika tingkat kepadatan melebihi 150 persen, penumpang tidak bisa bergerak bebas di dalam kereta api sama sekali.
Disebut sebagai "neraka" oleh para komuter, orang-orang di kereta bawah tanah yang penuh sesak terjepit satu sama lain, tidak dapat bergerak. Meski hanya beberapa menit setiap pemberhentian stasiun, perkelahian kecil kerap terjadi saat mereka berdesak-desakan masuk atau keluar dari kereta, sementara banyak penumpang gagal turun di perhentian tujuan mereka.
"Kereta bawah tanah di Seoul sangat padat sehingga dapat menyebabkan kesulitan bernapas atau serangan panik bagi beberapa penumpang. Tapi kami sudah terbiasa dengan kepadatan tinggi dalam kehidupan kami sehari-hari," kata Park Cheong-woong, seorang profesor manajemen keselamatan di Sejong Cyber University.
Kepala Asosiasi Profesional Keselamatan Korea, Lee Song-kyu memperingatkan bahwa bencana kerumunan yang tidak terduga dapat terjadi pada pertemuan atau acara besar apapun.
"Saya tidak akan mengatakan ada kemungkinan besar kereta bawah tanah yang penuh sesak akan menyebabkan kerumunan massa yang serius. Tapi saya pikir tragedi Itaewon telah menunjukkan kepada kita bahwa bencana kerumunan dapat terjadi secara tak terduga di tempat-tempat sehari-hari dan dengan demikian pemerintah setempat, serta masyarakat biasa, harus tetap waspada," katanya.