REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Kanselir Jerman Olaf Scholz melakukan kunjungan ke Vietnam pada Ahad (13/11/2022). Dalam kunjungan itu, dia membahas hubungan energi dan perdagangan dengan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh. Scholz adalah pemimpin pertama Jerman yang mengunjungi Vietnam dalam lebih dari satu dekade.
Kunjungan Scholz menyoroti peran Vietnam yang semakin berkembang dalam rantai pasokan global. Banyak perusahaan Jerman mempertimbangkan untuk mendiversifikasi operasi manufaktur mereka di luar China.
Dalam konferensi pers bersama dengan Chinh, Scholz mengatakan Berlin menginginkan hubungan perdagangan yang lebih dalam dengan Vietnam. Jerman juga akan mendukung transisi Vietnam ke ekonomi yang lebih hijau, termasuk melalui perluasan sistem metro di Hanoi, ibu kota Vietnam.
Scholz selanjutnya akan mengunjungi Singapura sebelum menghadiri KTT G20 pada 15-16 November di Bali, Indonesia. Vietnam dan Singapura adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Singapura dan Vietnam adalah mitra dagang terbesar Uni Eropa.
Jerman adalah mitra dagang terbesar kedua Vietnam setelah Belanda. Menurut firma hukum Dezan Shira, perdagangan antara Jerman dan Vietnam tahun lalu, senilai 7,8 miliar dolar AS. Namun nilai perdagangan Vietnam-Jerman jauh lebih sedikit daripada Amerika Serikat, China, Jepang, dan Korea Selatan.
Sekitar 500 perusahaan Jerman beroperasi di Vietnam. Dari total tersebut 80 di antaranya memiliki pabrik manufaktur di Vietnam, yaitu raksasa teknik Bosch (BOSH.NS), perusahaan energi Messer, dan beberapa perusahaan kecil yang terlibat dalam rantai pasokan otomotif global.
"Banyak perusahaan Jerman yang ingin mendiversifikasi bisnis mereka di luar China," ujar Kepala Kamar Dagang dan Industri Jerman di Vietnam, Marko Walde.
Walde mengatakan, lebih dari 90 perusahaan Jerman berencana membuka pabrik di luar China. Pilihan favorit mereka yaitu Vietnam dan Thailand.