REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Dari Buenos Aires hingga Bogota, perempuan di seluruh Amerika Latin turun ke jalan pada Jumat (25/11/2022). Mereka melakukan pawai untuk menandai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dengan menyatakan tuntutan untuk lebih banyak tindakan dari pihak berwenang mengatasi kekerasan termasuk pembunuhan terhadap perempuan atau femisida.
Mereka melakukan aksi di Reforma Avenue Mexico City dengan bernyanyi di pengeras suara. Pawai itu dijaga oleh ratusan polisi dengan tameng anti-huru hara dan rompi pelindung.
Wali Kota Mexico City dan calon presiden perempuan pertama negara itu pada 2024 Claudia Sheinbaum, awal pekan ini menyerukan protes damai. Namun beberapa aktivis yang waspada tiba dengan helm dan kacamata untuk mengantisipasi gas air mata.
Para korban pemerkosaan dan ibu dari perempuan dan anak perempuan yang dibunuh di seluruh Meksiko menggunakan pengeras suara untuk menuntut diakhirinya kekerasan berbasis gender. Mereka meminta penyelidikan kriminal yang lebih baik untuk orang yang mereka cintai.
Menurut data pemerintah, sekitar 20 perempuan dibunuh setiap hari meskipun hanya sedikit kasus yang berujung pada proses hukuman. "Kami tidak akan dibungkam. Perempuan dan anak perempuan masih menghilang di seluruh negeri," kata Lorena Gutierre, yang putrinya yang berusia 12 tahun menjadi korban pembunuhan terhadap perempuan atau femisida.
Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Honduras menderita tingkat pembunuhan perempuan tertinggi di kawasan Amerika Latin. Posisi itu diikuti oleh Republik Dominika, El Salvador, Bolivia, dan Brasil. "Kewajiban kami adalah melipatgandakan upaya sehingga perempuan dan anak perempuan di wilayah kami dapat benar-benar menggunakan hak mereka untuk hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi," kata Jose Manuel Salazar-Xirinachs dari badan ekonomi regional PBB.
Laporan pemerintah pada awal pekan menunjukan, sebanyak 80 perempuan di Meksiko dibunuh karena gendernya hanya pada Oktober saja. Jumlah itu menggambarkan peningkatan bulanan keempat berturut-turut.
Sikap pemerintah pun telah menarik kemarahan karena mencoba mengecilkan situasi yang mengerikan tersebut. "Kami ingin mereka mendengarkan," kata Jose Angel Trejo yang putrinya Melani dibunuh Agustus lalu di Morelos, negara bagian yang terkenal dengan tingkat kekerasan berbasis gender yang tinggi.
Trejo mengatakan, penyelidik tidak menjawab pesannya dan tersangka masih bebas. Dia berharap kasus putrinya akan dialihkan ke otoritas federal. "Banyak kasus femisida yang kami tangani sedang diselidiki dengan sangat buruk," ujar Gabriela Castillo dari Institut Pertahanan Publik Federal (IFDP) yang membantu para korban dan keluarga mereka melalui proses hukum.
Castillo mengatakan, ingin lebih banyak kesadaran akan kesalahan yang dibuat. "Kami ingin kekerasan ini terlihat oleh semua orang," katanya.