REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Belasan pemimpin Amerika Latin berkumpul pada Ahad (22/10/2023) di Meksiko untuk membahas bagaimana menghadapi arus migrasi ilegal.
Mereka bertemu di negara bagian Chiapas, paling selatan Meksiko, yang telah menjadi pintu masuk bagi jutaan orang yang datang dari Amerika Selatan, Amerika Tengah, Karibia, dan tempat lain, untuk mencoba melintasi Meksiko dan menuju Amerika Serikat.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menyambut rekan-rekannya Nicolas Maduro dari Venezuela, Miguel Diaz-Canel dari Kuba, dan Gustavo Petro dari Kolombia, termasuk beberapa menteri luar negeri. "Meksiko ingin menggabungkan upaya, kemauan dan sumber daya untuk mengatasi penyebab fenomena migrasi”, kata Presiden Lopez Obrador di platform media sosial X, sebelumnya Twitter, saat pertemuan puncak berlangsung.
“Ini adalah masalah kemanusiaan yang kita harus bekerja sama,” kata presiden yang akrab disapa AMLO itu.
Tahun ini saja, sebanyak 1,7 juta imigran tiba di perbatasan Meksiko-AS. Dan migrasi menjadi isu politik yang sangat besar di kedua negara Amerika Utara ini.
Pada bulan September, terdapat 60.000 imigran yang tiba di Meksiko dari Venezuela, bersama dengan 35.000 warga Guatemala dan 27.000 warga Honduras, menurut pemerintah Meksiko.
Seorang migran yang berada di tempat penampungan terdekat mengecam apa yang ia sebut sebagai “KTT Para Penindas,” dan menyebutkan presiden Venezuela, dan Kuba – satu-satunya negara satu partai yang diperintah oleh Komunis di Amerika.
“Saya kira mereka akan memutuskan untuk mendeportasi kami semua,” kata Jorge Rodriguez, warga Venezuela berusia 33 tahun yang sedang dalam perjalanan ke utara.
Di tengah sanksi ekonomi AS dan krisis politik dan ekonomi, sekitar 7,1 juta warga Venezuela telah meninggalkan negaranya dalam beberapa tahun terakhir, sehingga menciptakan tantangan bagi negara-negara tetangganya di Amerika Selatan.
Sekitar 130 migran Venezuela tiba kembali ke rumah mereka pada hari Rabu dengan pesawat sewaan dari Amerika Serikat (AS) dalam penerbangan deportasi pertama setelah adanya perjanjian antara kedua negara, meskipun faktanya Washington tidak mengakui terpilihnya kembali Maduro pada tahun 2018.
Washington menilai arus imigran dari negara-negara Amerika Latin ini adalah krisis besar dengan dampak politik sebesar konflik di Timur Tengah dan Ukraina. Amerika Serikat memulangkan para imigran ini, terutama ke Amerika Tengah dan Selatan, dengan sekitar 70 penerbangan setiap minggunya, kata pihak berwenang baru-baru ini.
Pada saat yang sama, pemerintahan Joe Biden juga baru-baru ini menawarkan perlindungan dari deportasi kepada 472.000 warga Venezuela agar mereka dapat memperoleh izin tinggal dan izin kerja dalam waktu 18 bulan – meskipun hal ini hanya berlaku bagi mereka yang tiba sebelum 31 Juli tahun ini.