Sabtu 03 Dec 2022 16:14 WIB

China Isyaratkan Pelonggaran Kebijakan Nol-Covid Setelah Diprotes

China telah mengisyaratkan kesiapannya untuk melonggarkan kebijakan radikal nol-Covid

 Para pengunjuk rasa memegang kertas kosong dan meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris sebagai protes di Beijing, Ahad, 27 November 2022. Para pengunjuk rasa yang marah dengan langkah-langkah anti-virus yang ketat menyerukan agar pemimpin kuat China itu mengundurkan diri, teguran yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai otoritas di setidaknya delapan kota berjuang untuk menekan demonstrasi hari Minggu yang mewakili tantangan langsung yang jarang terjadi pada Partai Komunis yang berkuasa.
Foto: AP/Ng Han Guan
Para pengunjuk rasa memegang kertas kosong dan meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris sebagai protes di Beijing, Ahad, 27 November 2022. Para pengunjuk rasa yang marah dengan langkah-langkah anti-virus yang ketat menyerukan agar pemimpin kuat China itu mengundurkan diri, teguran yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai otoritas di setidaknya delapan kota berjuang untuk menekan demonstrasi hari Minggu yang mewakili tantangan langsung yang jarang terjadi pada Partai Komunis yang berkuasa.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Pemerintah China telah mengisyaratkan kesiapannya untuk melonggarkan kebijakan radikal nol-Covid menyusul gelombang protes baru-baru ini terhadap penguncian dan langkah pembatasan ketat lainnya.

Wakil Perdana Menteri China Sun Chunlan, yang bertanggung jawab atas langkah pencegahan penyebaran Covid-19 mengatakan bahwa patogenisitas varian Omicron melemah, menurut laporan kantor berita Xinhua.

Sun juga mengatakan bahwa pemerintah telah mengatur kondisi "untuk mengubah langkah-langkah tanggap epidemi".

Pernyataan Sun di Komisi Kesehatan Nasional itu disampaikan menyusul kemarahan publik di seluruh China selama akhir pekan lalu terhadap langkah-langkah pembatasan Covid-19 yang ketat.

Beberapa demonstran secara terbuka mencela Partai Komunis yang berkuasa yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping.

Hingga Kamis, China telah mencatat kasus Covid-19 harian sekitar 33.000 di daratan, menurut komisi tersebut.

Angka itu sedikit menurun dari rekor tertinggi yang mencapai hampir 39.000 pada Minggu, tetapi masih berada pada level yang tinggi.

Setelah aksi protes, beberapa pembatasan di Guangzhou, China selatan, telah dilonggarkan, di mana restoran, bioskop, dan pusat rekreasi dibuka kembali, menurut beritaXinhua.

Kota Beijing, di mana banyak permukimandikunci karena wabah, telah mengizinkan pasar swalayan dibuka kembali setelah penutupan satu hari.

Penduduk Beijing yang tinggal di rumah, termasuk manula dan mereka yang bekerja atau belajar dari rumah, juga tidak perlu lagi menjalani tes Covid-19 massal.

Kereta bawah tanah dan bus di Beijing pun tidak lagi mewajibkan penumpang untuk menunjukkan hasil tes Covid-19 negatif yang diambil dalam waktu 48 jam, mulai Senin depan (5/12/2022), kata media pemerintah China itu.

Di China, orang-orang diharuskan untuk sering melakukan tes Covid-19 agar dapat pergi ke tempat umum. Mereka yang berada di daerah lockdowndilarang meninggalkan rumah mereka dan kerap kesulitan mendapatkan cukup makanan dan kebutuhan sehari-hari.

Kedutaan Besar AS di Beijing telah mendorong warga Amerika di China untuk menyimpan persediaan obat-obatan, air kemasan, dan makanan selama 14 hari. Kedutaan Besar Jepang di Beijing juga menyarankan warga Jepang di China untuk menyiapkan stok barang-barang kebutuhan untuk 10 hari.

Sementara itu, pihak berwenang China diyakini mewaspadai kemungkinan bahwa para pelayat yang berkumpul untuk mengenang Jiang Zemin dapat berkembang menjadi demonstrasi anti-pemerintah. Mantan Presiden itu meninggal pada Rabu dalam usia 96 tahun.

Ada seruan yang diunggah di media sosial agar masyarakat berkumpul untuk mengenang mantan pemimpin China itu.

Jenazah Jiang diterbangkan dari tempat dia wafat di Shanghai ke Beijing pada Kamis. Upacara peringatan untuknya akan diadakan di Balai Besar Rakyat (Great Hall of the People) di Beijing pada Selasa depan (6/12/2022).

Aksi protes pro-demokrasi pada 1989 di Lapangan Tiananmen dipicu oleh kematian Hu Yaobang, yang dipecat sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis dua tahun sebelumnya karena kecenderungan liberalnya.

Para siswa yang berkumpul atas kematian Hu saat itu menyerukan demokrasi dan mengkritik tindakan pemerintah terhadap korupsi yang merajalela.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement