Sabtu 07 Jan 2023 13:39 WIB

Seribu Akun Media Sosial Pengkritik Kebijakan Covid Ditutup

Weibo keluarkan larangan terhadap 1.120 akun yang mengecam kebijakan China.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Indira Rezkisari
Pasien, kebanyakan lansia dengan gejala covid, berkerumun di aula Rumah Sakit Changhai saat mereka menerima perawatan medis, di Shanghai, China, Selasa, 3 Januari 2023. Saat COVID-19 merebak di China, negara lain, dan Kesehatan Dunia Organisasi menyerukan kepada pemerintahnya untuk membagikan data yang lebih komprehensif tentang wabah tersebut. Beberapa bahkan mengatakan banyak dari angka yang dilaporkan tidak ada artinya.
Foto: CHINATOPIX/AP
Pasien, kebanyakan lansia dengan gejala covid, berkerumun di aula Rumah Sakit Changhai saat mereka menerima perawatan medis, di Shanghai, China, Selasa, 3 Januari 2023. Saat COVID-19 merebak di China, negara lain, dan Kesehatan Dunia Organisasi menyerukan kepada pemerintahnya untuk membagikan data yang lebih komprehensif tentang wabah tersebut. Beberapa bahkan mengatakan banyak dari angka yang dilaporkan tidak ada artinya.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China telah menangguhkan atau menutup lebih dari 1.000 akun media sosial yang mengkritik kebijakan pemerintah terkait Covid-19. Platform media sosial China Weibo telah menangani 12.854 pelanggaran termasuk serangan terhadap para ahli, sarjana dan pekerja medis.

Weibo mengeluarkan larangan sementara atau permanen terhadap 1.120 akun. Partai Komunis yang berkuasa sebagian besar mengandalkan komunitas medis untuk memberlakukan tindakan penguncian, karantina dan pengujian massal. Partai tidak mengizinkan kritik langsung dan memberlakukan batasan ketat pada kebebasan berbicara.

Baca Juga

"Perusahaan akan terus meningkatkan penyelidikan dan pembersihan semua jenis konten ilegal. Termasuk menciptakan lingkungan komunitas yang harmonis dan ramah bagi sebagian besar pengguna," kata pernyataan China Weibo, dikutip dari AP, Sabtu (7/1/2023).

Kritik sebagian besar terfokus pada pembatasan perjalanan terbuka yang membuat orang terkurung di rumah mereka selama berminggu-minggu. Kemarahan juga dilampiaskan atas persyaratan bahwa siapa pun yang positif Covid-19 atau telah melakukan kontak dengan orang tersebut harus diobservasi di rumah sakit lapangan.

Lonjakan biaya sosial dan ekonomi akhirnya memicu aksi protes jalanan di Beijing dan kota-kota lain. Aksi protes yang jarang terjadi ini memengaruhi keputusan Partai Komunis untuk segera melonggarkan kebijakan nol Covid-19.

China sekarang menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dan rawat inap di kota-kota besar. China melakukan langkah antisipasi agar virus corona tidak menyebar ke pelosok desa ketika liburan Tahun Baru Imlek. Warga China memanfaatkan momen liburan ini untuk mudik ke kampung halaman.

Kementerian Perhubungan China pada Jumat (6/1/2023) mengimbau para pemudik untuk mengurangi perjalanan dan pertemuan, terutama jika melibatkan orang lanjut usia, ibu hamil, anak kecil, dan mereka yang memiliki penyakit bawaan.

"Orang-orang yang menggunakan transportasi umum juga diimbau untuk memakai masker dan memberikan perhatian khusus pada kesehatan dan kebersihan pribadi mereka," kata Wakil Menteri Perhubungan, Xu Chengguang.

Kendati demikian, China akan menghapus syarat karantina wajib bagi orang-orang yang datang dari luar negeri mulai Ahad (8/1/2023). Beijing juga berencana untuk kembali memberlakukan pertemuan tatap muka di sekolah maupun perguruan tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement