REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, ancaman penggunaan senjata nuklir oleh Rusia dalam konflik di Ukraina telah berkurang. Menurutnya, hal itu terjadi karena adanya tekanan dari dunia internasional.
“Satu hal telah berubah untuk saat ini: Rusia telah berhenti mengancam untuk menggunakan senjata nuklir. Menanggapi komunitas internasional menandai garis merah,” kata Scholz dalam wawancara dengan grup media Jerman, Funke, yang diterbitkan Kamis (8/12/2022).
Dalam wawancara tersebut, Scholz sempat ditanya apakah ancaman eskalasi nuklir telah dihindari. “Untuk saat ini, kami telah menghentikannya,” ujar Scholz menjawab pertanyaan tersebut.
Dia mengungkapkan, isu penggunaan senjata nuklir pun sempat dibahasnya ketika dia berkunjung ke China dan bertemu Presiden Xi Jinping pekan lalu. “Selama kunjungan saya ke Beijing, Presiden China Xi (Jinping) dan saya bersama-sama menyatakan bahwa senjata nuklir tidak boleh digunakan. Tak lama kemudian, negara-negara G20 menegaskan kembali posisi ini,” ucapnya.
Scholz mengatakan, saat ini prioritas adalah menghentikan konflik di Ukraina dan membuat Rusia menarik pasukannya dari negara tersebut. Terkait keamanan di kawasan, Scholz mengungkapkan, Eropa siap menjalin pembicaraan dengan Rusia tentang pengendalian senjata. “Kami menawarkan ini sebelum perang, dan posisi ini tidak berubah,” ucapnya.
Berbeda dengan Scholz, Presiden Rusia Vladimir Putin justru mengatakan bahwa risiko pecahnya perang nuklir telah meningkat. Hal itu diungkapnya saat berbicara dalam pertemuan Dewan Pengembangan Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia (HAM) Rusia, Rabu (7/12/2022).
“Risiko ini (perang nuklir) meningkat. Mengapa menyangkalnya?” ujar Putin dalam pertemuan tersebut, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS. Pernyataan Putin itu merupakan respons atas komentar yang dibuat Direktur Center of Civil Analysis and Independent Research Grani, Svetlana Makovetskaya.
Makovetskaya mengungkapkan, ada sejumlah besar ketakutan sehubungan dengan risiko perang nuklir. Dia pun menyarankan agar Putin, dengan iktikad baik, menyatakan bahwa Rusia, dalam keadaan apa pun, tidak akan menjadi pihak pertama yang menggunakan senjata nuklir.
"Tentang Rusia tidak menjadi yang pertama menggunakan dalam keadaan apa pun, yah, jika senjata nuklir bukan yang pertama digunakan dalam keadaan apa pun, maka senjata nuklir tidak akan menjadi yang kedua juga digunakan. Sebab serangan nuklir di wilayah kita sangat membatasi peluang untuk pakai,” ucap Putin.
Putin menegaskan, Rusia menganggap senjata nuklir sebagai alat pertahanan serta alat untuk melancarkan serangan balasan. “Kami menganggap senjata pemusnah massal, senjata nuklir, sebagai pertahanan. Semuanya dibangun di sekitar apa yang disebut serangan balik pembalasan, yang berarti ketika serangan dilakukan pada kami, kami melakukannya sebagai tanggapan," kata Putin.