Sabtu 17 Dec 2022 03:15 WIB

Jepang Ungkap Anggaran Pertahanan Terbesar Sejak Perang Dunia II

Jepang juga berencana membeli rudal yang dapat mengenai China.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida tiba untuk menghadiri acara Dialog Pemimpin APEC dengan ABAC selama KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Bangkok, Thailand, 18 November 2022.
Foto: EPA-EFE/LILLIAN SUWANRUMPHA
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida tiba untuk menghadiri acara Dialog Pemimpin APEC dengan ABAC selama KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Bangkok, Thailand, 18 November 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengungkapkan anggaran militer terbesar sejak Perang Dunia II dengan dana sekitar 320 miliar dolar AS. Jepang juga berencana membeli rudal yang dapat mengenai China dan siap untuk konflik berkepanjangan.

Anggaran pertahanan ini diungkapkan saat ketegangan di kawasan semakin memanas dan invasi Rusia di Ukraina menimbulkan ketakutan akan perang. Rencana lima tahunan ini sempat tidak terpikirkan bagi Jepang yang pasifis.

Baca Juga

Anggaran yang tercantum dalam dokumen strategi pertahanan yang dirilis Jumat (16/12)  akan membawa Jepang sebagai negara dengan pengeluaran pertahanan terbesar ketiga setelah Cina dan Amerika Serikat (AS).

 
Sebelumnya Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan Jepang dan rakyatnya sedang berada "di persimpangan sejarah."  "(Menaikkan anggaran pertahanan ini) jawab saya pada berbagai tantangan keamanan yang kami hadapi," katanya.

Pemerintahnya khawatir Rusia membangun preseden yang memberi dorongan pada China menyerang Taiwan, mengancam pulau-pulau Jepang di dekatnya, merusak rantai pasokan semikonduktor dan mencekik jalur yang membawa minyak dari Timur Tengah.

"Ini merupakan arah baru bagi Jepang, bila dieksekusi dengan baik, Pasukan Bela Diri akan benar-benar menjadi pasukan efektif kelas dunia," kata mantan Laksamana Maritim Pasukan Bela Diri Jepang Yoji Koda yang memimpin armada laut Jepang pada tahun 2008.

Pemerintah Jepang mengatakan akan meningkatkan suku cadang dan amunisi lainnya, memperluas kapasitas transportasi, dan membangun kemampuan perang siber.

 
Dalam konstitusi pasca-Perang Dunia II, Jepang menyerahkan haknya menggelar perang dan sarana untuk melakukannya.

"Invasi Rusia ke Ukraina merupakan pelanggaran hukum serius yang melarang penggunaan kekuatan dan telah mengguncang fondasi ketertiban internasional," kata dokumen strategi pertahanan tersebut.

"Tantangan strategis dari Cina merupakan yang terbesar yang pernah Jepang hadapi," lanjut dokumen tersebut.

 
Dalam dokumen itu Jepang juga mencatat Beijing tidak mengesampingkan penggunaan kekuataan untuk mengendalikan Taiwan.

Dalam dokumen keamanan nasional yang terpisah, Jepang juga menekankan kekhawatiran terhadap China, Rusia dan Korea Utara. Jepang berjanji melakukan kerja sama erat dengan Amerika Serikat dan negara dengan visi yang sama untuk mencegah ancaman terhadap ketertiban internasional.

"Perdana menteri menyampaikan pernyataan strategis yang jelas mengenai peran Jepang sebagai pemberi keamanan di Indo-Pasifik, ia menggunakan huruf besar "P" (D) disamping kata (deterrence) pencegahan Jepang," kata Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel dalam pernyataannya.

Saat bertemu dengan Ketua Dewan Asosiasi Pertukaran Jepang-Taiwan Mitsuo Ohashi di Taipei, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan ia mengharapkan kerjasama pertahanan yang lebih luas dengan Jepang.

"Kami berharap Jepang dan Taiwan terus meraih pencapaian kerjasama baru di berbagai bidang seperti pertahanan dan keamanan nasional, ekonomi, perdagangan, dan transformasi industri," kata Tsai seperti dikutip kantor Kepresidenan Taiwan.

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement